Pemerintah Kota Tangerang Lupa Sejarah Cina Benteng


Rencana penggusuran 350 keluarga warga Kampung Neglasari di tepi Sungai Cisadane oleh Pemerintah Kota Tangerang dinilai para ahli sosiologi dan antropologi Universitas Indonesia sebagai tindakan yang melupakan sejarah. Masyarakat Cina Benteng merupakan salah satu unsur utama pembentuk Jakarta dan megapolitan modern saat ini, yang memiliki hak ekonomi, sosial, dan budaya, yang tidak bisa ditindas pemkot.

Pakar sosiologi Lugina Setyawaty dalam ”Diskusi Akbar Penggusuran Cina Benteng” di Kampus UI, Depok, Kamis (29/4), mengatakan, rencana penggusuran tersebut sangat melupakan faktor sejarah dari keberadaan masyarakat Cina Benteng. ”Di lain pihak, ada upaya melestarikan sejarah dengan menjadikan kawasan Pasar Lama sebagai museum hidup,” kata Lugina.

Adapun pakar antropologi LIPI, Thung Ju Lan, mengatakan, kasus Koja sudah mendapat jalan keluar lewat dialog. Namun, kasus Neglasari belum mendapat kepastian.

”Ini merupakan langkah mencabut hak sosial, budaya, dan ekonomi terhadap suatu komunitas yang sebetulnya menjadi perintis Kota Tangerang,” kata Thung Ju Lan.

Warga dianggap sebagai penghuni liar meski mereka membayar Pajak Bumi dan Bangunan, mendapat fasilitas listrik, jalan yang dibangun dengan dana APBD, dan ikut dalam pemilihan umum.

Korban erosi Cisadane

Antropolog UI, Dave Lumenta, seusai mengunjungi warga Neglasari menerangkan, warga di sana dianggap melanggar hukum karena jarak hunian berdekatan dengan bibir Sungai Cisadane. Padahal, dekatnya jarak hunian warga dengan bibir sungai ini karena kegagalan pemerintah mengatasi erosi yang menggerus tepian sungai sehingga mendekati permukiman warga.

”Mereka mengaku, puluhan tahun lalu perkampungan berada jauh dari tepian sungai. Kini bibir sungai berada di dekat hunian karena kerusakan lingkungan, tetapi warga yang disalahkan,” kata Dave.

Lugina mendukung dilakukannya class action terhadap kegagalan Pemkot Tangerang mengatasi kerusakan Sungai Cisadane.

Pakar antropologi hukum, Sulistyowati Irianto, menjelaskan, masyarakat Cina Benteng tidak memiliki akses terhadap hukum dan proses pembuatan kebijakan Pemkot Tangerang. ”Ini persoalan kelas sosial, bukan masalah kelompok etnis. Penggusuran itu berarti peraturan daerah digunakan untuk mengalahkan Undang-Undang Pokok Agraria,” ujarnya

4 thoughts on “Pemerintah Kota Tangerang Lupa Sejarah Cina Benteng

  1. huh…. kapan ya pemerintah kita berpihak pada rakyat kecil?
    kayaknya bakalan jadi mimpi yang mustahil deh….

Leave a comment