Para Pemodal Asing Mulai Memburu Properti Indonesia


Perekonomian yang mulai menggeliat di sejumlah negara membuat para pemilik modal mencari bentuk baru untuk menanamkan modalnya. Selama ini sudah sering diiklankan properti-properti di Singapura dan Australia dipasarkan di Indonesia. Bagaimana dengan kemungkinan properti Indonesia dipasarkan di pasar asing?

Belum banyak yang tahu, sekarang pemodal asing juga mengincar properti Indonesia, terutama di kawasan-kawasan wisata yang eksotis dan menyedot wisatawan asing setiap tahunnya. Hal ini disebabkan harga tanah di Indonesia masih jauh lebih murah dibanding negara lain, seperti Singapura, Australia, Hongkong, dan negara-negara sekitar. Sementara fasilitas dan pemandangan alam yang ditawarkan tidak kalah dengan apa yang ada di negara-negara lain.

Di Hongkong, misalnya, sebagian besar warga Hongkong hanya bisa menyewa apartemen karena harga properti di Hongkong sangat mahal. Bahkan, menurut The Straits Times, harian Singapura, edisi 12 Juni lalu, harga properti di Hongkong, China, dan Singapura paling mahal di dunia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Pemilik properti di negara-negara itu bukan hanya warga negara mereka sendiri, melainkan juga warga negara asing yang memang diizinkan untuk memiliki properti di sana.

”Jika banyak orang asing yang memiliki properti di Indonesia, harga tanah di Indonesia juga akan meningkat. Orang Indonesia pun akan lebih tertarik berinvestasi di Indonesia daripada membeli properti di negara lain,” ujar Magda.

Kepemilikan properti oleh WNA juga berarti masuknya modal asing ke Indonesia. ”Investasi di Indonesia tidak hanya berarti membuka perusahaan di Indonesia, tetapi juga membeli properti. Jika banyak yang berinvestasi di properti, pembangunan akan terus berjalan dan tentu menyerap tenaga kerja,” kata Magda.

The W Residences Seminyak yang dimiliki oleh PT Dua Cahaya Anugrah (DCA), tetapi dikelola oleh Starwood Hotels & Resorts membuka kemungkinan WNA memiliki vila-vila yang ada di dalamnya. ”Keinginan WNA memiliki properti di Indonesia, terutama di Bali, sangat besar. Mereka senang bisa berlibur ke Bali dan tinggal di rumah mereka sendiri. Pemerintah juga diuntungkan dengan adanya investasi asing di Indonesia yang bisa mendorong laju perekonomian,” kata Magda Hutagalung, Direktur Utama PT Dua Cahaya Anugrah, pemilik W Retreat & Spa dan The W Residences Seminyak.

Pemaparan soal The W Residences dan segala fasilitasnya ternyata menarik bagi calon investor yang diundang cocktail party di The W Hotels Hongkong. Mereka menyatakan diri sangat berminat, terlebih mengetahui letak properti itu di Seminyak, kawasan paling prestisius saat ini di Bali.

Antusiasme calon investor itu semakin membuncah ketika mengetahui The W Residences itu juga menjanjikan nilai investasi yang tinggi. Magda menuturkan, dengan memiliki vila berkamar satu yang harganya 1,4 juta dollar AS (setara Rp 1,26 miliar), pemilik vila akan mendapatkan dua keuntungan investasi. Pertama, nilai tanah yang terus berkembang. Kedua, hasil pengelolaan dari Starwood Hotels & Resorts dengan porsi 40 persen bagi pemilik dan 60 persen bagi pengelola.

”Pemilik properti bisa menempati vila itu selama empat minggu dalam setahun. Sisanya, 48 minggu, diserahkan ke Starwood Hotels & Resorts untuk disewakan. Perhitungan kasar saya, dalam setahun pemilik vila bisa mendapatkan sekitar Rp 700 juta,” kata Magda, yang rencananya juga akan menawarkan The W Residences ini ke China, Singapura, dan Rusia.

Anggaran 30 Triliun Pertahun Untuk Papua Belum Menampakan Hasil


Aliran dana ke Provinsi Papua dan Papua Barat sudah sangat besar, yakni di atas Rp 30 triliun setiap tahun, tetapi pembangunan fisik yang dihasilkan belum memuaskan.

”Dengan dana sebesar itu, seharusnya cukup bagi Papua dan Papua Barat. Oleh karena itu, kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Kamis (29/7), seusai memimpin Rapat Koordinasi tentang

Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

Menurut Hatta, dana otonomi khusus tahun 2010 untuk Papua Rp 22,42 triliun. Angka itu meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 21,7 triliun dan tahun 2008 sebesar Rp 20,9 triliun. Di dalam alokasi anggaran tersebut, terdapat dana yang dialokasikan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat.

Dana yang dialokasikan melalui kementerian dan lembaga nonkementerian untuk Papua Rp 8,5 triliun tahun 2010 dan Papua Barat Rp 3,9 triliun.

”Itu uang yang sangat besar. Kalau masih ada keluhan, harus dicek. Apakah dana-dana itu efektif penggunaannya? Tepat sasaran atau tidak?” kata Hatta.

Secara terpisah, Wakil Gubernur Papua Alex Haesegem mengatakan, total anggaran yang telah diterima Provinsi Papua saat ini Rp 6 triliun. Anggaran itu sudah besar, tetapi dengan kondisi fisik Papua yang sangat luas, dana tersebut terlalu kecil. ”Dananya memang turun di Papua, tetapi geografis di Papua sangat berat,” katanya.

Akses Sertifikasi Agen Perlu Diperluas Agar Tidak Terjadi Pembajakan


Untuk mencegah praktik bajak-membajak agen asuransi terkait berlakunya kewajiban sertifikasi agen, akses sertifikasi sebaiknya diperluas dengan memberikan kesempatan kepada pihak lain mendirikan lembaga sertifikasi.

Pengamat asuransi Eko B Supriyanto di Jakarta, Kamis (29/7), mengatakan, implikasi penerapan kewajiban sertifikat bagi agen asuransi dalam dalam jangka pendek adalah bajak-membajak agen.

Sebab, saat aturan mulai berlaku awal Agustus 2010, perusahaan asuransi tidak dapat lagi menggunakan agen yang tidak bersertifikat.

Agar perolehan premi tidak merosot, asuransi tentu membutuhkan tambahan agen yang bersertifikat. Inilah yang berpotensi memicu bajak-membajak agen. Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), dari total agen sebanyak 194.000 orang per Juni 2010, sekitar 80.923 orang di antaranya belum memiliki sertifikat yang valid.

Selama ini untuk mendapatkan sertifikat, agen harus mengikuti ujian yang diselenggarakan AAJI.

Di tempat terpisah, CEO AXA Indonesia Randy Lianggara mengatakan, AXA sangat mengutamakan kualitas agen. Oleh karena itu, AXA menyekolahkan sejumlah agennya ke Akademi AXA di Singapura.

Selain kualitas, AXA juga berupaya meningkatkan kepuasan agen, salah satunya dengan melibatkan agen dalam setiap proses pembuatan kebijakan.

Untuk mendorong kinerja, Randy juga sangat memprioritaskan kepuasan karyawan. Selain itu, AXA juga selalu terbuka memberikan informasi kepada karyawan sehingga pimpinan dan karyawan berada dalam visi dan misi yang sama.

Perhatian kepada karyawan terbukti membuat kinerja AXA tumbuh secara signifikan. Ini karena karyawan bekerja dengan lebih semangat dan kreatif.

AXA Indonesia mencatat pendapatan premi selama triwulan I-2010 sebesar Rp 902,7 miliar, tumbuh 102 persen dari periode sama tahun sebelumnya, sebesar Rp 446,6 miliar. Pertumbuhan premi tersebut terutama didorong oleh pendapatan premi baru yang mencapai Rp 545,8 miliar atau tumbuh 205 persen dibandingkan tahun lalu.

Laba Astra Melonjak Semester Pertama 2010


PT Astra International Tbk dan anak perusahaannya berhasil membukukan peningkatan kinerja yang signifikan pada semester I-2010. Lonjakan kinerja ini didukung permintaan konsumen yang meningkat terhadap produk-produk Astra dan anak perusahaan.

Peningkatan kinerja Astra antara lain karena tersedianya dana dengan suku bunga rendah serta nilai tukar rupiah yang stabil.

Berdasarkan Laporan Keuangan Astra yang diumumkan di Jakarta, Kamis (29/7), sepanjang enam bulan pertama 2010, perseroan berhasil meningkatkan penghasilan bersih 38 persen, menjadi Rp 61,9 triliun.

Peningkatan ini mendongkrak total laba bersih perseroan menjadi Rp 6,4 triliun atau Rp 1.591 per saham, naik 52 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009.

Hal ini selaras dengan penguatan harga saham Astra yang sepanjang semester I-2010 naik 39 persen, dari Rp 34.700 per 30 Desember 2009 menjadi Rp 48.300 per 30 Juni 2010.

Presiden Direktur Astra Prijono Sugiarto mengatakan, pada enam bulan pertama 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut.

Permintaan konsumen domestik meningkat ditunjang ketersediaan likuiditas dengan suku bunga yang rendah, nilai tukar rupiah stabil, dan inflasi yang terjaga. Hal itu mendukung perseroan menunjukkan kinerja yang baik, khususnya bidang otomotif dan jasa keuangan.

”Kepercayaan konsumen cenderung meningkat seiring dengan stabilnya suku bunga dan nilai tukar rupiah.

”Astra telah berhasil melewati paruh pertama 2010 dengan baik dan diharapkan akan tetap dapat menghadapi pasar yang cukup menantang di semester II-2010,” kata Prijono.

Penyumbang laba terbesar

Menurut Prijono, secara keseluruhan, bidang usaha otomotif dan jasa keuangan Astra masih menjadi penyumbang laba usaha terbesar, yaitu Rp 2,5 triliun.

Sepanjang semester I-2010, Grup Astra berhasil menjual 208.000 mobil atau naik 71 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009.

Angka penjualan mobil Astra ini mencapai 56 persen dari total penjualan mobil nasional yang tercatat 370.000 unit lebih atau naik 76 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009.

Sementara itu, penjualan sepeda motor Astra pada periode yang sama meningkat 43 persen menjadi 1,7 juta unit. Angka ini mencapai 45,8 persen dari total penjualan sepeda motor nasional semester I-2010 yang tercatat sebanyak 3,6 juta unit atau naik 41 persen dibandingkan semester I-2009.

Direktur Paramitra Alfa Sekuritas Ukie Jaya Mahendra memperkirakan, pada semester II-2010 Astra akan menghadapi tantangan berbeda dengan semester I-2010, yaitu inflasi yang cenderung lebih tinggi sehingga kemungkinan akan diikuti dengan kenaikan suku bunga. ”Kenaikan suku bunga akan memengaruhi masyarakat mengajukan kredit kepemilikan kendaraan,” kata Ukie.

Namun, di sisi lain, lanjut Ukie, terdapat beberapa hal yang mendukung kinerja Astra pada semester II-2010, antara lain, tingginya kebutuhan akan kendaraan roda dua dan empat menjelang Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.

Kesehjateraan Petani Tembakau Terus Menurun Karena Impor


Impor daun tembakau untuk memenuhi kebutuhan industri rokok dalam negeri terus meningkat. Produksi rokok juga tumbuh pesat. Sebaliknya, luas areal tanam tembakau, produksi tembakau dalam negeri, dan kesejahteraan petani tembakau menurun.

Hal itu terungkap dalam seminar bertajuk ”Meretas Jalan Peningkatan Kesejahteraan Petani” di Jakarta, Kamis (29/7).

Abdillah Ahsan, peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, menyatakan, pemerintah sebaiknya melakukan pembatasan impor daun tembakau agar nilai ekonomi bisa dinikmati petani tembakau dalam negeri.

Dengan membatasi impor tembakau, posisi tawar petani tembakau terhadap pabrik rokok akan lebih baik sehingga pendapatan dan kesejahteraan mereka meningkat.

Tidak seperti sekarang, tekanan terhadap petani tembakau untuk berhenti menanam tembakau begitu kuat. Di sisi lain, impor daun tembakau terus membengkak.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan, tahun 2002 impor daun tembakau hanya 18 persen (33.289 ton) dari total konsumsi. Tahun 2007, naik 37 persen. Volume impor mencapai 69.742 ton senilai 267,1 juta dollar AS.

Impor daun tembakau lebih banyak jenis tembakau virginia sebagai bahan baku rokok putih. Impor daun tembakau didominasi China. Selain itu, dari Singapura, meski negara ini tidak memiliki lahan tembakau.

Pada tahun 2001, produksi tembakau nasional 199.000 ton, sementara tahun 2007 hanya 165.000 ton. Pada periode yang sama, luas lahan tanaman tembakau juga turun dari 262.000 hektar menjadi 215.000 hektar.

Seiring dengan penurunan luas real tanam dan produksi, jumlah petani tembakau juga berkurang, dari 913.208 petani menjadi 582.063 petani.

Pendapatan petani tembakau juga turun. Begitu pula dari hasil penelitian Lembaga Demografi FEUI, pendapatan buruh tani tembakau hanya 47 persen dari rata-rata upah minimum nasional. Sementara konsumsi rokok domestik naik. Tahun 1970 baru 30 miliar batang dan tahun 2009 naik 250 miliar batang.

Direktur Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Kementerian Pertanian Deciyanto Soetopo menyatakan perlu pengembangan industri alternatif berbahan baku tembakau.

Industri alternatif ini akan meningkatkan posisi tawar petani tembakau dan dapat menekan produksi rokok dengan tetap mendorong peningkatan kesejahteraan petani, sekaligus menyehatkan konsumen.

Suli, anggota DPRD Kabupaten Pamekasan, Madura, meminta pemerintah sungguh-sungguh merealisasikan program untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani, seperti mengembangkan pasar alternatif tembakau agar tidak hanya bergantung pada industri rokok.

Pemerintah Perlu Mendorong Pertumbuhan Iklim Investasi


Perbaikan iklim investasi serta pertumbuhan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di Indonesia makin menggembirakan.

Namun, pemerintah mengidentifikasi empat langkah yang mesti dilakukan untuk mendorong investasi lebih tinggi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengemukakan hal itu sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (29/7).

Menurut Hatta, untuk mendorong pertumbuhan investasi di sektor riil, pemerintah harus menggandeng semua pihak agar segera menyelesaikan rancangan UU mengenai pengadaan lahan untuk kepentingan publik.

Pemerintah menargetkan mengajukan rancangan UU itu kepada DPR selambat-lambatnya September. Pemerintah juga meminta DPR memprioritaskan pembahasan aturan pengadaan lahan untuk kepentingan publik.

Institusi satu atap

Pemerintah juga akan sesegera mungkin menyiapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagai institusi ”satu atap” untuk mengeksekusi semua aturan perizinan.

”Jadi, jangan lagi kalau kemitraan publik dan privat sudah kita berikan front office-nya kepada BKPM, orang melihat bukunya, ’Oh kalau mau investasi ini, saya harus pergi ke Kementerian Pekerjaan Umum (PU), dari PU nanti harus ke daerah lagi’, tidak demikian,” ujar Hatta mencontohkan.

Sebagai langkah berikutnya, pemerintah juga berkomitmen menekan praktik ekonomi biaya tinggi, baik yang berkaitan dengan pungutan yang tidak sepantasnya maupun beban biaya transportasi yang tinggi.

Selain itu, ujar Hatta, pemerintah bertekad mengharmonisasikan pusat-daerah dengan membangun kawasan-kawasan pertumbuhan baru.

”Yang sudah ditetapkan pemerintah sampai tahun 2012, ada empat kawasan ekonomi khusus kita bangun,” ujar Hatta.

Ia mencontohkan, di pantai utara Jawa, untuk mendukung tumbuhnya kawasan ini, akan dibangun pelabuhan baru. Di Dumai dan Riau sudah terbangun kawasan pertumbuhan berbasis minyak kelapa sawit.

Kawasan ekonomi khusus juga dibangun di Kalimantan. ”Kawasan ekonomi khusus lainnya berbasis pangan, yang akan kita selesaikan masalah tata ruangnya di Merauke,” ujar Hatta

Penempatan TKI Ke Jordania Dihentikan Pemerintah


Pemerintah menghentikan sementara penempatan tenaga kerja Indonesia sektor domestik ke Jordania. Namun, langkah ini tidak menyelesaikan masalah sepanjang proses penempatan dan perlindungan tidak dibenahi secara komprehensif dengan audit dan evaluasi yang tuntas.

Penghentian penempatan TKI ke Jordania itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar Nomor SE.172/ Men/PPTK-TKLN/VII/2010 tentang Penghentian Sementara Pelayanan Penempatan TKI ke Jordania untuk Pekerja Sektor Domestik.

Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah di Jakarta, Kamis (29/7), pemerintah terlalu menyederhanakan masalah buruh migran. ”Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan sering kali tidak menjawab persoalan. Selama ini sudah terbukti bahwa moratorium tidak pernah efektif, tetapi selalu dijadikan solusi,” ujar Anis.

Sejak 26 Juni 2009, pemerintah menghentikan sementara penempatan TKI ke Malaysia, Kuwait, dan Jordania. Namun, proses penempatan ilegal TKI ke Malaysia dan Kuwait tetap tak terbendung.

Hal ini membuat pelanggaran hak asasi manusia atas TKI terus terjadi. Jordania selama ini menjadi negara transit untuk perdagangan manusia ke negara konflik. Pemerintah, kata Anis, semestinya mengintegrasikan kebijakan migrasi pekerja dengan pemberantasan perdagangan manusia.

Saat ini sekitar 30.000 warga negara Indonesia yang bekerja di Jordania 90 persen di antaranya pembantu rumah tangga.

Menurut Kepala Pusat Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Budi Hartawan, walau Pemerintah RI dan Jordania telah menandatangani nota kesepahaman penempatan dan perlindungan TKI sektor domestik pada 27 Juni 2009, nota kesepahaman itu tidak berjalan sesuai harapan.

”Oleh karena itu, untuk sementara pelayanan penempatan TKI untuk sektor domestik dihentikan sambil menunggu penyelesaian permasalahan TKI yang ada di penampungan dan pembenahan mekanisme penempatan dan perlindungan TKI di Jordania, termasuk masalah kesehatan TKI,” kata Budi.

Pengusaha kecewa

Surat Edaran Mennakertrans itu ditembuskan kepada Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Kepala Polri, semua gubernur, ketua asosiasi pelaksana penem patan TKI swasta (PPTKIS), dan direktur utama PPTKIS.

Terbitnya surat edaran itu membuat kalangan pengusaha kaget dan kecewa. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia Yunus M Yamani mengatakan, moratorium penempatan TKI domestik ke Jordania membingungkan mereka.

Ia mengatakan, pemerintah tak perlu sekonyong-konyong memutuskan moratorium ke Jordania. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (ketika itu) Erman Suparno dan Menteri Perburuhan Jordania Gazi Hamdallah telah menandatangani nota kesepahaman penempatan dan perlindungan TKI di Nusa Dua, 27 Juni 2009.

Kesepakatan yang bertujuan memperluas kesempatan kerja bagi rakyat Indonesia di Jordania itu kini malah dihentikan sepihak. Yunus meminta pemerintah menjelaskan kondisi mendesak yang membuat keputusan moratorium diambil

”Di Jordania tak ada masalah. Kalau bicara TKI, di semua negara (penempatan) ada masalah, termasuk (di) Indonesia. Yang perlu ditanyakan, apa gunanya menteri dua negara menandatangani kesepakatan tahun lalu? (Moratorium) ini memalukan. Apa sebetulnya program Mennakertrans?” tanya Yunus.

Tagihan 12 Vendor Jembatan Suramadu Senilai 80 Milyar Belum Dibayar


Tagihan 17 vendor Jembatan Suramadu senilai Rp 80 miliar belum dibayar oleh Consortium of Indonesia Contractors sebagai pelaksana proyek.

”Kami sudah lelah 16 bulan menunggu janji-janji konsorsium. Sampai kapan kami harus bersabar, sementara kami terus ditagih puluhan suplier. Ini sudah urusan perut. Kami punya karyawan, suplier kami juga punya karyawan,” ujar Moch Thorieq, juru bicara 17 vendor tersebut.

Dalam surat elektronik dan telepon kepada Kompas, Thorieq menjelaskan, konsorsium beranggotakan empat BUMN, PT Adhi Karya, PT Hutama Karya, PT Waskita Karya, dan PT Wijaya Karya. ”Ketika kami diundang berpartisipasi, kami seperti ditantang. Tetapi, setelah selesai, kami kok dibiarkan tanpa ada pembayaran,” ujarnya.

Padahal, lanjut Thorieq, dari 17 vendor proyek itu ada beberapa yang berstatus perusahaan asing. ”Mereka sudah mulai tak percaya kepada kontraktor Indonesia. Ini berbahaya karena pemerintah dianggap tak bisa menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada vendor,” katanya.

Menurut Thorieq, ke-17 vendor memahami bahwa sisa dana dari pemerintah atas proyek jembatan ini belum cair karena masih menunggu konsolidasi hasil audit BPKP dan Kementerian Keuangan.

”Kami meminta CIC mengusahakan terlebih dahulu karena sudah 16 bulan kami menunggu tanpa kejelasan. Bahwa dana dari Kemkeu belum turun, itu risiko CIC. Kami jangan dilibatkan menanggung risiko itu,” katanya.

Keberadaan Jembatan Surabaya telah bermanfaat bagi perkembangan empat kabupaten di Pulau Madura, yakni Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan. Ini terlihat dari tingkat penyeberang jembatan yang terus meningkat.

Selama musim liburan pada Juni dan Juli 2010, jumlah kendaraan roda dua yang melintasi jembatan rata-rata 17.000 per hari. Bahkan, pada akhir pekan, jumlah sepeda motor yang menyeberang mencapai 32.000 kendaraan. Jumlah mobil 10.000 kendaraan per hari dan pada akhir pekan sampai 14.000 kendaraan.

Pendapatan dari tiket penyeberangan juga terus meningkat. ”Sebagian fisik jembatan itu adalah peralatan yang kami suplai. Kami mohon agar persoalan ini segera diselesaikan agar kami dapat bekerja dengan tenang,” kata Thorieq

Bisnis Spa Di Seminyak Kini Kian Menjanjikan


Kawasan Pantai Seminyak, salah satu kawasan wisata yang berkembang pesat di Bali, agaknya akan terus berkembang menjadi kawasan wisata utama di Pulau Dewata ini. Sebentar lagi, pembangunan W Retreat & Spa dan The W Residences Seminyak akan rampung. Selesainya hotel dan 79 unit vila di dalamnya tentu akan menambah fasilitas wisata kelas dunia di kawasan ini.

W Retreat & Spa dan The W Residences Seminyak akan menjadi satu-satunya hotel dan vila di kawasan ini yang mempunyai daya tampung besar. Dengan 232 kamar hotel serta 79 unit vila dengan kamar 1, 2, dan 3, tentu bisa menambah kemampuan Bali menampung banjirnya wisatawan mancanegara yang tiap tahun terus bertambah.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara ke Bali melalui Bandara Ngurah Rai pada Mei 2010 naik 4,56 persen dibanding Mei 2009. Begitu pula jika dibanding April 2010, mengalami kenaikan sebesar 8,23 persen, yaitu dari 184.200 orang menjadi 199.400 orang pada Mei 2010.

Bagi W Hotels sendiri, kehadirannya di Seminyak memperluas jaringannya di kawasan Asia-Pasifik. ”Setelah sukses di W Retreat & Spa yang pertama di Maldives, kehadiran W Retreat & Spa di Seminyak tentu akan memperkuat brands kami di Asia Pasifik,” kata Miguel Ko, Presiden Starwood Hotels & Resorts Asia Pasifik di Hongkong, pertengahan Juni.

”Kekayaan dan keunikan budaya Bali dipadukan dengan gaya kosmopolitan dan modern sangat memengaruhi desain yang kami buat untuk W Retreat & Spa Seminyak,” kata Ko.

W Retreat & Spa dan The W Residences ini terletak tepat di bibir pantai Samudra Hindia di lahan seluas 7 hektar. Hotel berbintang lima ini dilengkapi dengan fasilitas dua buah restoran, 24 jam spa dan gym, kolam renang berukuran besar, ballroom, aula untuk perkawinan, serta fasilitas bintang lima lainnya. Uniknya, semua fasilitas yang ada di hotel ini boleh dinikmati oleh penghuni vila. Para penghuni vila bisa masuk ke hotel dengan pintu masuk khusus.

The W Residences terdiri atas 79 vila, dengan empat unit berkamar tiga, 10 unit berkamar dua, dan 65 unit berkamar satu. Untuk vila dengan satu kamar mempunyai ukuran 2.450 sampai 3.100 squarefeet. Vila berkamar dua mempunyai ukuran 3.800 squarefeet, sedangkan vila yang berkamar tiga berukuran 6.700 sampai 7.700 squarefeet.

Setiap vila dilengkapi dengan lounges dan ruang duduk yang mewah, kamar tidur yang nyaman, dan kolam renang pribadi lengkap dengan bale bengong (gazebo) untuk bersantai. Untuk vila berkamar dua atau tiga, juga dilengkapi dengan dapur mungil untuk memanaskan makanan.

Desain yang modern dipadu dekorasi bernuansa Bali terlihat dari langit-langitnya yang tinggi, karpet bermotif zebra, pintu kayu yang dipahat khusus, batu, taman, dan pencahayaan yang menambah kemewahan dari hunian tersebut.

Kelebihan yang didapat dari penghuni vila, selain mereka menikmati layanan dari whatever/whenever yang sama dengan penghuni hotel, mereka juga boleh berbincang santai di Woobar; menikmati hidangan malam di restoran hotel, yakni Fire dan Starfish Bloo; berenang di Wet Pool; berolahraga di Sweat; serta menikmati spa di Away Spa.

Menurut Magda Hutagalung, Direktur Utama PT Dua Cahaya Anugrah, pemilik W Retreat & Spa dan The W Residences Seminyak, para wisatawan boleh menyewa atau memiliki vila ini. ”Vila ini boleh dimiliki oleh siapa saja, termasuk warga negara asing,” kata Magda di sela-sela promosi penjualan The W Residences di W Hotels Hongkong, pertengahan Juni.

Hingga kini, vila berkamar dua dan tiga sudah habis terjual. Sementara vila berkamar satu masih tersisa beberapa. ”Lokasi yang indah di Seminyak, produk yang berkualitas, ditambah dengan pengelolaan yang profesional dari Starwood Hotels & Resorts membuat The W Residences mempunyai nilai investasi yang tinggi,” tutur Magda.

Para pemilik vila bisa menikmati properti ini empat minggu dalam setahun. Selebihnya, vila diserahkan ke hotel untuk disewakan. Hasil penyewaan ini akan dinikmati 60 persen untuk pengelola dan 40 persen untuk pemilik vila. Selain itu, pemilik vila juga bisa menikmati peningkatan nilai investasi mengingat harga tanah di kawasan Seminyak saat ini adalah yang termahal di kawasan wisata Bali.

Dengan jumlah wisatawan yang terus bertambah, nilai aset yang juga bertambah, kesempatan berlibur selama empat minggu, dan pembagian dari keuntungan pengelolaan, memiliki The W Residences menjadi tempat berlibur dan berinvestasi yang menarik

Perekonomian Indonesia Kian Hilang Arah dan Daya Saing


Para ekonom mengingatkan indikasi berkembangnya patronasi politik dan penguatan oligarki ekonomi. Patronasi politik ini melahirkan semacam mafia dan kolusi baru antara penguasa dan pengusaha.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia juga makin kehilangan arah dan daya saing. Jantung ekonomi tidak pernah berfungsi prima karena sistem kelembagaan tak responsif. Penyebabnya, desain yang salah dan ketidakjelasan paradigma kebijakan. Sejak krisis 1997, terjadi perubahan pendulum tajam dari sistem pasar ke negara dan kemudian kembali ke pasar lagi. Semua itu tidak dijalani konsisten sehingga mempersulit desain dan arah kebijakan.

Peringatan para ekonom terungkap dalam Diskusi Panel Ahli Ekonomi Kompas dan kajian The Harvard Kennedy School Indonesia. ”Kita tidak tahu titik pijak kita di mana. Paradigma negara enggak. Paradigma pasar juga tidak utuh,” kata seorang panelis.

Mengenai patronasi politik dan oligarki ekonomi, ia melihat dalam beberapa kasus, transaksi politik dan janji kampanye di pasar politik telah membelenggu perekonomian. Tidak ada batas tegas antara negara dan swasta. ”Tak jelas, apakah sesuatu itu ada di ranah publik atau state,” ujarnya.

Ia mencontohkan sejumlah petinggi atau pejabat tinggi negara yang ke mana-mana naik pesawat milik pengusaha tertentu. ”Saya tanya ke KPK, apakah ini masuk gratifikasi, mereka bilang aturannya enggak jelas,” tambahnya. Ketidakjelasan aturan juga menimbulkan penyalahgunaan wewenang dan jalinan kepentingan kelompok tertentu melahirkan mafia dan faksionalisme serta korupsi yang terorganisasi dan sistemik.

Beberapa kebijakan bahkan terkesan direkayasa, untuk memberi keleluasaan konsolidasi kerajaan bisnis pengusaha. Salah satunya, amanat undang- undang dalam rangka penciptaan iklim persaingan lebih sehat tak kunjung dilaksanakan. Contohnya, peraturan pemerintah (PP) untuk menghindari kembalinya monopoli seharusnya ada peraturan pemerintah tentang merger dan akuisisi.

”Sampai sekarang, sudah 10 tahun, PP enggak ada. Kesan saya, sadar atau enggak, ini disengaja untuk memberi ruang gerak kepada kelompok usaha tertentu melakukan konsolidasi cepat tanpa aturan. Kesimpulannya, ada lack of institution, weak institution,” ujarnya.

Ketidakjelasan juga terlihat dalam fungsi layanan publik. Di negara maju pun ada batasan tegas sektor yang boleh diprivatisasi dan tidak. Itu tidak terjadi di Indonesia. Beda Indonesia dengan negara welfare state adalah ketika mereka melangkah ke ekonomi pasar, pemerintah telah mempersiapkan jaring pengaman sosial untuk melindungi kelompok marjinal dan terpinggirkan. Di Indonesia, pascakrisis semua cenderung diserahkan kepada pasar, tanpa perlindungan bagi masyarakat yang berada pada asimetris posisi tawar dengan pengusaha. ”Kita lupa membangun tiga pilar lain, yaitu market stabilizing, market regulating, dan market legitimating,” ujarnya.

Bahkan, diakui panelis lain, ada kecenderungan negara mengalihkan beban kegagalan mereka kepada kelompok yang memiliki posisi tawar paling lemah dalam perekonomian, yakni rakyat kecil. Salah satu contoh, kasus kenaikan harga BBM, listrik, atau harga barang akibat ekonomi biaya tinggi.

”Kalaupun (jaringan pengaman) ada, tidak dilaksanakan. Persoalannya lebih pada ada atau tidaknya political will,” tandasnya. Alasan tidak ada anggaran dinilai tak masuk akal. Pascakrisis, birokrasi praktis hanya mengerjakan yang disuruh IMF. ”Gagasan sendiri tidak ada. Bahkan, amanat undang-undang pun tak dilaksanakan. Dalam Jaring Pengaman Sosial Nasional (JPSN), bukannya menyelesaikan masalah, malah sibuk bikin kajian-kajian,” katanya.

Horizon berpikir jangka pendek bukan hanya terlihat dalam kasus JPSN. Panelis lain mengatakan, negara pun tak punya perlindungan. Ia mencontohkan ketidaksiapan Indonesia menghadapi kemungkinan krisis baru karena absennya protokol payung penanganan krisis. ”Kita membuka diri, tetapi tidak men-secure diri kita sendiri. Ekonomi dibiarkan unhedged. Kalau ada shock, mereka cuma bilang, ’Wah, ada shock ya?’ Harga minyak naik, ya sudah, naikkan saja harga BBM. Jadi, beban di-pass on kepada rakyat kecil,” tambahnya.

Terjadi kegagalan kepemimpinan yang menjalar ke fungsi birokrasi, kegagalan institusi, sistem, serta kebijakan dan implementasinya. Ditegaskan, redefinisi peran negara dan transformasi birokrasi tak bisa ditawar lagi. Sebagai bagian dari reformasi dan transformasi kelembagaan, negara didesak mentransformasi diri dari perilaku sebagai kendaraan yang lebih banyak melayani kelompok kaya dan berkuasa menjadi melayani rakyat banyak.

Kehilangan arah

Gugatan lain dari diskusi adalah mengapa negara seperti China dan India bisa tumbuh dua digit atau mendekati, sementara Indonesia yang relatif selamat dari dampak krisis global 2008 kini seakan tak bergerak dan tak mampu membebaskan diri dari perangkap pertumbuhan ekonomi rendah tak berkualitas.

Indikasinya, pertumbuhan tak mampu menciptakan banyak lapangan kerja dan kian mengandalkan pada eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan serta sektor manufaktur berbasis upah murah. Pembangunan ekonomi juga ditandai kian tajamnya ketimpangan antarwilayah, antarkelompok pendapatan, antarsektor. Indonesia secara fatal juga mengabaikan investasi penting ke depan, yakni sumber daya manusia, baik kesehatan maupun pendidikan.

Indonesia dihadapkan pada ”beban warisan problem kelembagaan” yang membuat sulit bergerak lincah dan birokrasi tak responsif. Energi bangsa terkuras untuk persoalan yang tak produktif.

Reformasi birokrasi yang sudah dimulai diakui berjalan sangat lambat. ”Namanya reformasi birokrasi, seharusnya presiden yang memimpin. Kalau enggak, akan ada rasa ewuh pekewuh antarmenteri, siapa melakukan apa? Reformasi sangat bergantung pada pimpinan operasional. Kalau pimpinannya tidak tegas, tak mampu memimpin, reformasi pasti gagal. Silakan mengartikan sendiri,” ujar seorang panelis.