CIRUS Sinaga kembali menjadi sorotan setelah Gayus Tambunan curhat soal keterlibatannya dalam rekayasa kasus Antasari Azhar. Cirus sering tak masuk ke kantor karena bolak-balok sakit. Petinggi di Kejaksaan Agung menduganya depresi.
Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy sedang mencari keterangan dari intelijen soal absennya Cirus. “Kita lagi cari keterangan dari intel, diduga dia tidak masuk, tapi keterangan belakangan ini dia ada surat izin dokter kalau dia sakit. Mungkin depresi,” kata Marwan usai shalat Jumat di Masjid Kejaksaan Agung, Baitul Adli, Jakarta, Jumat (21/1), sebagaimana dikutip Tribunnews.com.
Marwan mengatakan, sudah sekitar tiga minggu Cirus tidak masuk kerja. Namun, berdasarkan informasi yang diperolehnya, Cirus yang menjabat sebagai jaksa fungsional pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen beberapa hari lalu sempat masuk kerja.
“Hasil pantauan belakangan ini, apakah dia sudah masuk, tapi katanya sudah beberapa hari yang lalu dia masuk, apakah dia sudah sembuh atau sudah melaporkan bahwa masih ada izin dari dokter, sepanjang dia izin dari dokter, tidak apa-apa, tapi kalau tidak ada, nanti kita proses,” kata Marwan.
Sebagaimana diberitakan, usai divonis 7 tahun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 21 Januari lalu, Gayus menghujat Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang kental muatan politis. “Bukannya membongkar mafia pajak yang kemungkinan melibatkan direktur dan Dirjen Pajak atau membongkar peran Cirus Sinaga yang kemungkinan membongkar kasus Antasari,” ucap Gayus dalam jumpa pers kala itu.
Dihukum setahun
Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Edwin Situmorang menjelaskan, Cirus telah dicopot dari jabatan struktural sebagai Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Saat ini dia bertugas sebagai jaksa fungsional pada Jamintel Kejaksaan Agung.
“Pak Cirus Sinaga sedang menjalani hukuman disiplin tingkat berat. Oleh karena itu, yang bersangkutan belum diberi tugas sampai dengan berakhirnya hukuman minimal 1 tahun ini,” ujar Edwin.
Cirus dijatuhi sanksi pencopotan jabatan struktural setelah dinilai tak cermat dalam menangani kasus Gayus tahun 2009. Saat ini, Cirus menjadi jaksa non-job di Jamintel Kejakgung.
Kini, Cirus kembali terseret dalam kasus pemalsuan dokumen rencana tuntutan Gayus yang masih disidik Mabes Polri. Beberapa waktu lalu, Jamwas Kejagung melaporkan Cirus dan pengacara Haposan Hutagalung ke Mabes Polri dengan tuduhan pemalsuan rencana tuntutan (rentut) Gayus.
Dalam kasus ini, status Cirus masih sebagai saksi. Dalam panggilan pemeriksaan beberapa waktu lalu, Cirus mangkir dengan alasan sakit. Namun, Jamintel Edwin mengaku tak tahu-menahu.
“Panggilan Polri kepada yang bersangkutan tidak melalui dinas, sehingga kami tidak mengetahui apakah yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan karena sakit,” tutur Edwin.
Kejakgung kini masih menunggu langkah polisi. Jika nantinya Cirus dinyatakan sebagai tersangka dan ditahan, Kejakgung akan menonaktifkannya sebagai jaksa. Cirus dan Haposan diduga melanggar Pasal 263 KUHP dan terancam hukuman 6 tahun penjara karena memalsukan rentut kasus Gayus.
Marwan menjelaskan, berdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah No 20/2008 tentang pemberhentian jaksa, jika seorang jaksa ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, maka menjadi tugas Jamwas dalam waktu 1 bulan sejak penetapan untuk mengusulkan kepada Jaksa Agung agar memberhentikan sementara jaksa itu.
Marwan menambahkan, terkait kasus yang menyeret Cirus ini, pihaknya telah mendapatkan kabar bahwa Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi telah memiliki bukti yang cukup. “Tadi pagi Pak Ito bilang akan segera menindaklanjuti. Kata Pak Ito sudah ada bukti-bukti yang cukup. Jadi kita tunggu sajalah,” tandasnya.
Kasus ini berawal dari adanya pengakuan Gayus yang mengaku menerima 2 rentut dari Haposan. Rentut itu diduga digunakan Haposan dan Cirus untuk memeras Gayus. Marwan kemudian melaporkan Cirus dan Haposan ke Bareskrim Polri dengan No 2 TBL/421/X/2010/Bareskrim pada 28 Oktober 2010. Cirus sempat dijadikan tersangka, tapi kemudian diubah menjadi saksi.
Bunuh diri
Kondisi jaksa yang memiliki rumah mewah bernilai sekitar Rp 2 miliar di Medan itu kini bisa jadi makin tertekan, apalagi jika nanti kehilangan pekerjaan. Depresinya bisa makin berat. Depresi sering disebut-sebut sebagai salah satu penyebab orang nekat bunuh diri. Pada manual diagnosis gangguan jiwa dikatakan, salah satu gejala dari pasien depresi berat adalah adanya ide-ide bunuh diri dan rasa tak berguna lagi.
Korban depresi berat juga sering mengeluh tak lagi mempunyai harapan hidup, sehingga seringkali merasa tak ada artinya lagi hidup ini. Selain itu, terdapat suatu gangguan depresi dengan ciri psikotik. Gejala psikotik yang muncul biasanya berhubungan dengan suasana hatinya saat ini. Dia sering mengatakan perasaan bersalah yang sangat, adanya suara-suara yang menyuruh agar pasien mati saja dan hinaan serta celaaan yang merendahkan tak kunjung reda terdengar di telinga, walau sumbernya tak ada.
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan, “Kebanyakan orang menganggap depresi merupakan pintu utama orang untuk bunuh diri. Ciri-cirinya juga bermacam-macam, seperti turunnya interaksi sosial yang drastis, tatapan mata kosong, dan sakit pada bagian tertentu. Semua itu menunjukkan seseorang itu sangat depresi,” paparnya kepada Berita Kota kemarin.
Mengenai kasus Cirus yang terlihat depresi, menurut Reza itu namanya Malingering, yaitu modus terencana untuk memanipulasi kondisi fisik. Bisa saja orang yang tadinya sehat, lantas tiba-tiba sakit, dan tak bisa disimpulkan mana sakit yang betul-betul sakit dengan sakit yang memang dibuat-buat. Kejadian seperti itu banyak sekali menimpa para pelaku kerah putih, seperti kasus Nunun Nurbaeti yang awalnya sangat sehat, tapi setelah terjerat kasus tiba-tiba langsung sakit lupa ingatan yang begitu hebat.
“Jadi, hal-hal semacam ini jangan dipercaya, orang-orang seperti itu harus terus digenjot saja, jangan diberi empati atau simpati, karena mereka melakukan ini untuk mencari simpati orang lain dan juga agar penyelesaian kasusnya diulur-ulur terus. Untuk itu, lebih baik orang seperti ini langsung saja diseret agar kasusnya cepat selesai. Ini adalah tipu daya untuk menyiasati hukum, modus norak yang sudah sering dipakai, cari cara lain deh dengan gaya yang lebih pas,” tandas master Psikologi Forensik pertama di Indonesia kelahiran Jakarta, 19 Desember 1974, itu.
Sementara itu, pengacara Antasari tertarik mendalami curhat Gayus ini. “Kita kemarin memang sangat surprise dengan statement Gayus yang tiba-tiba nyentil Cirus dan Antasari. Tentu kita pasang kuping kenapa tiba-tiba Gayus ngomong gitu,” ujar pengacara Antasari, Muhammad Assegaf