Derita Gadis Cianjur Yang Kawin Kontrak Dengan Pria Keturunan Arab


Kawin kontrak masih marak terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Iming-iming mahar dan jaminan hidup menjadi alat bagi para pelaku menggaet gadis muda Cianjur agar mau melakukan kawin kontrak. Bunga (bukan nama sebenarnya), gadis korban kawin kontrak mengaku, awalnya diajak oleh seorang temannya untuk mengikuti praktik kawin kontrak. Gadis muda itu dijanjikan akan mendapatkan uang dalam jumlah besar dari mahar hingga uang bulanan.

“Mulanya ngobrol dengan teman, dia punya uang banyak bisa beli barang-barang mahal. Ketika ditanya darimana, dia mengaku dari hasil kawin kontrak, kemudian mengajak saya,” kata dia saat diwawancari belum lama ini.

Tergiur dengan iming-iming uang, ditambah kondisi ekonomi keluarga yang lemah, membuatnya tak butuh waktu lama untuk menyetujui ajakan temannya itu. “Apalagi kan katanya ini bukan seperti jadi perempuan di tempat prostitusi, karena kan statusnya kawin kontrak yang sudah disahkan dengan akad nikah sehingga halal menurut ajaran Islam,” ucap dia

Menurutnya sekali kawin kontrak, dirinya bisa mendapat uang jutaan Rupiah. Masa kawin kontrak pun biasanya hanya beberapa pekan, tergantung lamanya warga asing yang kebanyakan asal Arab itu berlibur di Cianjur ataupun warga Arab lokal.

“Kalau dari sana nya dikasih bayaran untuk kawin kontrak sampai belasan juta, minimal Rp 15 juta. Tapi dibagi dua dengan perantara dan timnya dari penghulu hingga saksi,” kata dia.

“Tapi ada juga teman saya yang maharnya cukup besar sampai puluhan juta. Ditambah diberi banyak barang-barang dari pasangan kawin kontraknya itu,” tambahnya. Namun kini Bunga menyesal dan kini sudah lelah menjalani praktik kawin kontrak. Apalagi wisatawan asal Arab dikenal kasar dan kejam saat berhubungan badan,.

Terlebih, pada praktiknya kawin kontrak tersebut hanya settingan atau tidak lain merupakan prostitusi terselubung. Pasalnya dalam perkawinan tersebut wali dan saksi adalah mucikari yang diberi amplop setelah menjadi saksi

“Menyesal, bukan hanya berhubungan tanpa dasar kasih sayang, tapi kalau kawin kontrak itu sering juga jadi bahan cemooh tetangga dan lingkungan. Apalagi kenyataannya saya dikawinkan tanpa wali yang benar. Kalau tidak kuat pasti sudah setres. Dan kalau bukan karena desakan ekonomi pasti sudah berhenti,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, lanjut dia, barang-barang yang sempat dibelikan pasangan kawin kontraknya ternyata tak menjadi milik Bunga. “Saya sempat dibelikan sepeda motor. Tapi setelah berakhir sepeda motornya diambil lagi. Jadi omongan akan senang kalau kawin kontrak itu malah tidak benar. Menyesal pada akhirnya,” tuturnya.

Sementara itu, LR, salah satu mucikari kawin kontrak mengaku, dirinya memang memiliki akses mencari pria yang memiliki banyak uang dan ingin kawin kontrak.

“Saya mempertemukan saja, ada yang cari kemudian dikenalkan. Kalau Nerima uangnya berapa tergantung dari maharnya. Tidak semua maharnya puluhan juta, kadang ada yang di bawah Rp 20 juta juga,” kata dia. Dia menuturkan untuk waktu pernikahan, tergantung pada kesepakatan antara pasangan. “Saya mah tidak menjanjikan nikahnya berapa lama, tergantung keduanya saja,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, RN (21) dan LR (54), dua mucikari wanita ditangkap polisi usai jajakan gadis Cianjur dengan modus kawin kontrak ke pria asing dari negara negara Arab.

Tidak hanya pria asal Timur Tengah, gadis Kota Santri ini dikawinkontrakan ke pria dari India hingga Singapura. Bahkan terungkap jika gadis yang menjadi korban kawin kontrak rata-rata berusia belasan tahun dan masih bersekolah. Mereka dijajakan di momen libur sekolah. Padahal di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Cianjur sudah mengeluarkan Peraturan Bupati tentang larangan kawin kontrak.

Gadis berusia belasan tahun di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kerap menjadi korban trafficking berkedok kawin kontrak. Keinginan mendapatkan cuan dalam jumlah besar tanpa bekerja dan gaya hidup jadi alasan gadis Kota Santri terbujuk rayuan praktik yang dilarang tersebut.

Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lidya Indayani Umar, mengatakan dari total tiga kasus yang masuk selama tiga tahun terakhir, tercatat korban dari praktik kawin kontrak tersebut masih berusia belasan tahun.

“Usianya rata-rata 17-19 tahun. Bahkan ada yang masih statusnya pelajar,” kata dia, Kamis (18/4/2024). Menurut Lidya, banyak gadis yang terjebak dalam praktik tindak pidana perdagangan orang terselubung itu lantaran faktor ekonomi.

Lidya yang juga Ketua Harian DPP Perkumpulan Pengacara Peduli perempuan Anak dan Keluarga (P4AK) itu menyebut bagi gadis dari keluarga kalangan tidak mampu, pernikahan dengan pria asing diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga.

“Jadi awalnya dijebak seolah pernikahannya akan dilangsungkan secara benar, tapi faktanya ternyata kawin kontrak. Tujuan utamanya karena adanya mahar yang besar dan harapan jaminan hidup untuk keluarga,” kata dia.

Dua pelaku TPPO modus kawin kontrak diringkus Foto: Ikbal Selamet/detikJabar
Namun untuk gadis dari kalangan keluarga sederhana atau ekonomi berkecukupan, mereka menjadi korban kawin kontrak demi gaya hidup.

“Untuk yang ekonomi berkecukupan atas pas-pasan, biasanya melihat gaya hidup temannya yang hedon dan memikirkan barang-barang mewah. Akhirnya ditawari untuk ikut, dan ternyata kawin kontrak. Karena mendapatkan uangnya cukup besar, jadi bisa membeli barang yang juga mewah. Daya beli dan gaya hidup yang mendorong mereka jadi korban kawin kontrak,” kata dia.

Dia menyebut Pemkab Cianjur sebenarnya sudah mengambil langkah baik dengan membuat aturan berupa Perbup. “Aturan ini harus dimaksimalkan meski tak ada sanksi hukum, tapi minimalnya menjadi sarana untuk gencar melakukan sosialisasi,” ucapnya.

Sementara itu, Bupati Cianjur Herman Suherman, mengatakan Pemkab Cianjur melakukan langkah antisipasi melalui sosialisasi berdasarkan Perbup larangan kawin kontrak yang diluncurkan pada 2021 lalu. Kita memang sudah ada Perbup soal larangan kawin kontrak. Dan itu jadi dasar untuk antisipasi,” kata dia.

Namun, Herman mengungkapkan jika aturan tersebut hanya bersifat anjuran dan imbauan. Menurutnya tidak ada sanksi, sebab belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur kawin kontrak. Herman berdalih, Pemkab belum bisa mengeluarkan Perda dan menerapkan sanksi lantaran belum ada aturan di tingkat pusat.

“Kita ingin ada sanksi dan jadi landasan hukum yang kuat. Tapi kan Perda belum bisa dibuat, karena di pusatnya juga belum ada aturan serupa. Sempat dari kementerian akan mengusulkan aturan soal larangan kawin kontrak, tapi sampai sekarang belum ada. Jadi kamu hanya bisa maksimalkan Perbup untuk sosialisasi,” kita dia.