Komodo. Biawak purba ini terkenal berhabitat di Pulau Komodo. Tapi sebetulnya, bukan pada Pulau si Komo saja ia berkembang biak. Dia juga hidup di tiga pulau lain dalam Taman Nasional Komodo. Yakni Pulau Rinca; Pulau Gili Motang; dan Pulau Nusa Kode. Dari tahun ke tahun, Pulau komodo memang digembar-gemborkan sebagai lokasi wisata bersua komodo. Nyatanya jumlah kadal raksasa itu paling banyak di Pulau Rinca, sejumlah 1.336 komodo per 2011. Sedangkan di Pulau Komodo sejumlah 1.200-an ekor.
Tak hanya itu. Biaya perjalanan ke Pulau Rinca juga murah. Untuk satu hari pulang-pergi dengan dua kali snorkeling, wisatawan bisa mendapatkan harga mulai Rp 200 ribu. Sedangkan pelayaran ke Komodo plus dua snorkeling dibuka tarif mulai Rp 600 ribu. Sebabnya rute Pulau Rinca cukup dekat, hanya dua jam. Sedangkan untuk sampai ke Pulau Komodo diperlukan waktu sekitar lima jam. Jauh.
Sekitar pukul 11.00, pada Ahad, 30 September 2012, Tempo memulai pelayaran dari Pelabuhan Pelni Labuan Bajo ke Pulau Rinca menumpang kapal kayu kecil. Dua Lestari namanya. Selain Tempo, terdapat empat turis lain serta Kapten Idris dan satu anak buah kapal.
Sebetulnya ada dua waktu pelayaran: pagi di pukul 07.00 dan siang jam 11.00. Dengan iming-iming dapat melihat senja di laut, grup lima orang ini sepakat mengambil perjalanan siang. Dan karena jarak dekat serta penumpang sedikit, kapal yang ditumpangi Tempo tidaklah besar. Bentuknya mirip kapal ikan yang biasa dipakai nelayan dengan mesin motor berkekuatan sedang.
Kala itu kapal tidak langsung melaju ke Pulau Rinca. Kapten Idris merapatkan kendaraannya dahulu di Pulau Kelor. Tujuannya, memberi waktu snorkeling bagi kami.
Meski Kapten Idris bilang Pulau Kelor merupakan titik bagus untuk melihat isi laut, nyatanya banyak terumbu karang mati di sana. Alih-alih berlama dalam air, kami memilih berjemur di ceruk karang pada balik pulau. Rasanya seperti tengah mandi di spa.
Puas bermain air, Kapten Idris kembali mengarahkan kemudi ke Pulau Komodo. Sedangkan kami sibuk menyantap makan siang yang sudah disediakan Vincent, petugas agen perjalanan Mega tur Komodo. Yakni agen pengatur perjalanan kami ke Pulau Rinca. Menu pangan yang ada sangat sederhana: nasi, mie goreng, sayur kacang panjang, dan dua iris ikan goreng. Meski jumlah lauknya minim, rasanya enak. Bahkan Tom, turis dari Inggris, dan Ana, wisatawan asal Serbia, lahap menghabiskan bekal ini.
Jarak Pulau Kelor ke Pulau Rinca tak lagi jauh. Hanya 30 menitan. Begitu sampai di Dermaga Loh Buaya, rombongan Tempo langsung disambut beberapa lelaki berkaus kuning dengan tongkat panjang. Mereka adalah penjaga hutan atau ranger Pulau Rinca. Dan ranger yang bertugas mengawal kami di siang itu adalah Pak Safiana.
Welcome to Komodo National Park, Loh Buaya.” Begitulah tulisan yang tertera pada papan selamat datang di depan pintu gerbang dermaga Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur. Di sebelah kayu tulis, terpampang gambar larangan membawa senapan, menyalakan api unggun, memotong pepohonan, serta melepas jangkar ke dasar laut.
Untuk melihat komodo di Pulau Rinca, tiap turis harus didampingi penjaga hutan atau ranger. Waktu Tempo melancong ke sana, Ahad, 30 September 2012, Pak Safiana-lah ranger yang bertugas mengawal pendakian. Kata Pak Safiana, seorang ranger hanya boleh mendampingi lima turis. Kalau ada enam orang, harus ada dua ranger. Alasannya, bila jumlah turis dalam satu kelompok terlalu banyak, ranger akan kewalahan waktu menghalau komodo yang mendekat.
Dari tepi laut, ia mengajak kami berjalan sejauh satu kilometer menuju pos pembayaran tiket masuk. Untuk itu, kami melewati pemandangan gunung kapur dan lahan penanaman bibit pohon bakau. Tiap semaian bakau ada papan kecil bertuliskan nama si penyumbang bibit dan tanggal penanaman.
Di pos masuk, wisatawan lokal diminta membayar karcis sebesar Rp 10 ribu plus pajak daerah Rp 20 ribu per kepala. Sedangkan turis asing dikenakan tarif Rp 50 ribu dan pajak Rp 50 ribu per orang. Perbedaan harga berlaku juga pada kamera potret. Turis mancanegara harus membayar Rp 50 ribu, sedangkan bagi wisatawan lokal cukup Rp 5.000 per kamera. Untuk ranger, kami diminta upah sebesar Rp 50 ribu per grup. Tapi, kata Pak Safiana, semua uang tidak masuk ke kantongnya. Setengah penghasilan itu diserahkan ke kas pemerintah daerah.
Di Pulau Rinca, ada tiga jalur pendakian. Pendek, sedang, dan panjang. Atas pertimbangan waktu, kami mengambil jalur sedang. Belum lagi beranjak jauh dari pos penjualan tiket, setidaknya ada tujuh biawak purba mejeng di depan mata. Mereka melata di bawah pondokan para ranger yang dibangun layaknya rumah panggung. Hewan berdarah dingin itu tergiur akan aroma masakan dari dapur asrama penjaga hutan.
Pak Safiana bilang, di Pulau Rinca, komodo lebih mudah ditemui ketimbang di Pulau Komodo. Sebab, populasi biawak purba di pulau ini sangat tinggi. Tercatat mencapai 1.336 komodo pada 2011. Sedangkan di Pulau Komodo hanya 1.200-an ekor.
Takjub melihat si Komo, Tempo langsung menjepretkan kamera potret. Tiba-tiba Pak Safiana menegur setengah teriak. “Awas, Mbak! Hati-hati, itu komodonya dekat kaki.” Ternyata jarak satu meter dari kaki Tempo merebah seekor komodo. Warnanya cokelat muda, berdebu pasir. Karena rona badan yang tak beda jauh dengan tanah tempatnya menapak, sekilas komodo itu tidak terlihat. Perlahan Tempo menjauh. Tidak boleh kaget, apalagi lari. Sebab, bakal memancing kadal besar itu untuk mengejar.
Komodo jantan di dekat kaki Tempo itu sebetulnya tak lagi bisa berlari. Sebab, tulang kakinya patah. Berusia 35 tahun, kini si komodo hanya bisa jalan jarak dekat dan memakan sisa buruan kawan-kawannya. Ia tidak lagi bisa berburu. Pak Safiana bercerita, si Komo pincang gara-gara berkelahi dengan komodo jantan lainnya. Sebabnya adalah masalah betina. “Dia kalah bertarung. Hasilnya, patah tulang dan patah hati,” ujar Safiana.
Di Pulau Rinca, komodo tidak hanya bisa ditemui di dekat dapur asrama penjaga hutan. Kata Pak Safiana, penjaga hutan yang mendampingi Tempo pada Ahad, 30 September 2012, di kedalaman hutan, kadal raksasa ini juga banyak tersebar. Terutama di sekitar sarang tempat mereka bertelur.
Tapi, karena waktu itu belum masuk musim penghujan, warna pepohonan dalam rimba cenderung kuning kecokelatan. Tanah retak, batang pohon terkelupas, dan daun kering membuat mata sulit mendeteksi komodo.
Untungnya, Pak Safiana hafal beberapa lokasi sarang komodo. Jadi, lagi-lagi kami bisa menatap hewan karnivora itu dari dekat. Bahkan sempat foto bersama. Asal tidak berisik atau membuat gerakan mengejutkan. Kata Pak Safiana, masa mengeram komodo mencapai sembilan bulan sebelum telur menetas. Dalam tiga bulan pertama, si induk bakal terus mendekam calon anaknya. Setelah itu, ibu komodo mengembara untuk mencari makan dan kembali ke sarang di malam hari.
Sekali bertelur, komodo akan menghasilkan 30 butir. Tapi tidak semuanya bisa bertahan hidup sampai besar. Kira-kira hanya lima atau anak komodo yang bisa tumbuh dewasa. Sisanya, mati dimangsa komodo lain waktu belum menetas atau disantap ibunya sendiri ketika masih bayi.
“Komodo itu hewan buas. Mereka bisa makan sesama,” kata Safiana.
Meski ibu komodo suka memakan anaknya sendiri, ia bakal menghalau komodo lain bila coba mendekati sarangnya. Tidak hanya mencegah, si ibu juga rela bertarung untuk melindungi telurnya.
Baru saja Pak Safiana bercerita, tiba-tiba ada biawak raksasa yang mendekati sarang ibu komodo. Merasa terancam, ibu komodo langsung mengejar musuhnya. Pada saat itu, untungnya, kami tengah berdiri di tanah yang lebih tinggi ketimbang letak sarang komodo. Jadi bisa menonton kejar-kejaran dengan aman. Dua komodo lari menjauh, kami lanjutkan kembali perjalanan.
Sebagai hewan pemakan daging, komodo tidak hanya memakan binatang. Ia juga menyantap manusia. Sejak 1987, tercatat tiga pembunuhan terhadap manusia yang dilakukan komodo. Dan ketiga korban itu langsung tewas di tempat.
Selain itu, ada 13 penyerangan terhadap manusia. Namun belasan serangan itu masih bisa dihalau para ranger. Hingga korban bisa bertahan hidup. Kata Pak Safiana, penyerangan banyak terjadi di Pulau Komodo dan Pulau Rinca.
“Karenanya, tamu yang datang ke sini tidak boleh sedang datang bulan. Sebab, bau amis darah akan memancing komodo datang,” ujarnya.