Sinkhole Sedalam 70 Meter Bermunculan di Sawah Tegallalang Bali


Sawah Tegallalang yang terkenal di kalangan wisatawan tengah jadi sorotan. Ada lubang raksasa (sinkhole) menganga yang muncul di destinasi itu. Pemerintah Kabupaten Gianyar sedang menyelidiki penyebab munculnya sinkhole atau lubang raksasa di Banjar Cebok, Desa Kedisan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Bali.

Lubang dengan diameter sekitar 30 meter dan kedalaman 70 meter itu membuat akses jalan wisata Tegallalang – Tampaksiring putus sejak Senin (11/9/2023) pukul 23.00 Wita.

Selain akses untuk wisatawan, jalan tersebut juga digunakan warga sebagai jalan untuk beraktivitas sehari-hari, seperti ke sekolah dan ke sawah.

Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gianyar Ida Bagus Suamba mengatakan pihaknya dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Gianyar sudah mendatangi lokasi kejadian jalan ambles tersebut. Dari hasil keterangan warga setempat, jalan tersebut mulai jebol pada Desember 2021, akibat cuaca ekstrem.

“Ini masih diinvestigasi oleh pihak PUPR, dalam kajian yang sudah dilakukan, perkiraan biaya dihabiskan untuk perbaikan dengan pembuatan jembatan bisa menghabiskan dana sebesar Rp 40 miliar,” ujar Suamba. Untuk sementara, warga harus melalui jalan setapak di samping sinkhole. Selain harus berhati-hati, jalan itu hanya bisa dilalui dengan jalan kaki.

Suamba menerangkan di bawah jalan yang jebol itu ada saluran air kecil. Ini diperkirakan mengikis tanah secara perlahan sejak tiga tahun lalu dan klimaksnya pada Senin malam. Namun, Suamba menegaskan, penyebab pasti munculnya sinkhole itu masih diselidiki.

Sebelumnya, Kepala Dusun Banjar Cebok I Kadek Juniantara (36) mengaku sudah berulang kali berupaya mengantisipasi amblesnya jalan dengan memasang portal agar tidak dilewati kendaraan besar. Namun, banyak yang memaksakan karena merupakan jalan pintas.

“Sekarang mobilitas penduduk, putar lewat Banjar Tangkup, kira-kira tujuh kilometer untuk ke kantor desa dari Banjar Cebok dan akses sekolah juga sama, sebagian besar anak Banjar Cebok sekolah di Kedisan, dari Paud, TK, SD, sampai SMP,” urai Juniantara.

Sementara itu, Kadus Kedisan Kelod I Komang Mahardika berharap agar ke depannya pemerintah bisa merealisasikan pembukaan badan jalan yang baru. Dia mengaku sudah melakukan pendekatan kepada 13 petani kawasan tersebut. Mereka setuju lahannya dimanfaatkan sebagai jalan. “Jika itu dipasangi jembatan pasti biayanya akan besar, masyarakat sudah setuju, tinggal dari pemerintah saja sekarang pelaksanaan bagaimana,” ujarnya.

Dasar Hukum Check In Di Hotel Bisa Langsung Dipidana Penjara


Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), Albert Aries, menegaskan tidak benar pasangan di luar nikah yang check-in di hotel bisa dipenjara. Ia menjelaskan substansi pasal 415 RUU KUHP merupakan delik aduan yang hanya bisa diadukan oleh keluarga, seperti hanya pasangan suami atau istri hingga orang tua yang bersangkutan. Tidak bisa serta merta semua pihak melakukan pengaduan.

“Pasal 415 adalah delik aduan atau klach delicten. Artinya hanya pasangan suami atau istri atau orang tua atau anak yang bisa melaporkan. Tidak bisa sembarangan, apalagi main hakim sendiri. Tidak akan pernah ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari yang berhak dan dirugikan secara langsung,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (8/11/2022). Penjelasan ini menyusul kekhawatiran para praktisi pariwisata dalam negeri. Albert menjelaskan tak ada pasal di RUU KUHP yang mengancam penjara bagi pasangan non nikah yang check in hotel.

Hal ini diterangkan dalam pertemuan Albert dengan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengusaha khawatir informasi yang beredar itu di media sosial akan merugikan industri pariwisata dan membuat turis asing tidak mau datang ke Indonesia. “Setelah mendengarkan penjelasan mengenai pasal ini, kami jadi lebih faham bahwa pasal ini justru sebuah jalan tengah untuk melindungi industri pariwisata. Kami mengapresiasi respon Staf Khusus Presiden Bidang Hukum yang bersedia datang langsung ke Yogyakarta menjelaskan duduk perkara pasal ini,” kata Sekretaris Jenderal PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta Herman Tony.

Sebelumnya viral di media sosial bahwa RUU KUHP bakal mengkriminalisasi pasangan di luar nikah yang menginap atau check in di hotel. Netizen kemudian heboh bahwa RKUHP tersebut bakal mengkriminalisasi pasangan di luar nikah yang menginap (check in) di hotel.

Adapun bunyi Pasal 415 dalam RUU KUHP:
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Namun, delik tersebut bukan delik biasa tapi delik aduan. Berikut syaratnya:

  1. Tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
  2. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
  3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Sebelumnya, Albert juga pernah menegaskan bahwa tidak benar bahwa pasangan non nikah yang check in hotel langsung dipidana penjara. pasangan non nikah yang check-in hotel akan dipidana penjara atau denda, jika ada pengaduan langsung dari keluarga atau pihak yang dirugikan. Seperti diatur dalam pasal 415 ayat 2 RKUHP. Jadi, tidak serta merta bahwa pasangan non nikah check in hotel, terancam dipenjara begitu saja.

“Untuk tindak pidana perzinaan, menurut pasal 415 ayat 2 RKUHP pengaduan hanya bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki hak (legal standing) yaitu. (a) Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. (a) Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan,” jelasnya. Nah, pihak lain selain keluarga tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan. “Pihak ketiga di luar poin a dan b di atas tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan,” lanjutnya.

Pasangan belum menikah yang check-in di hotel terancam dipidana. Pasalnya dalam draf rancangan kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP) terbaru memuat tentang pasal perzinahan. Poin dalam RKHUP tersebut menjadi momok bagi pengusaha hotel. RKHUP ini dikhawatirkan bisa mengurangi wisatawan, khususnya wisatawan asing di Indonesia.

Kebanyakan wisatawan asing yang berlibur di Indonesia belum menikah. Terkait hal ini Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo menyampaikan kekhawatirannya. Pengusaha menilai selama ini banyak sekali wisatawan asing yang hidup bersama tanpa menikah berlibur ke Indonesia.

“Bagi turis asing yang tidak terikat dalam suatu pernikahan juga dapat turut dijerat oleh aturan pidana yang sama. Implikasinya adalah wisatawan asing akan beralih ke negara lain di mana hal tersebut akan berpotensi menurunkan kunjungan wisatawan ke Indonesia,” Apindo dalam keterangannya, dikutip Sabtu (29/10/2022). Jika terkait perzinahan ini diatur dalam RKUHP, maka berdasarkan asas teritorial yang menyebutkan bahwasanya setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini akan menjadi masalah bagi wisatawan asing yang mau ke Indonesia.

Singgung Ranah Privat
Para pengusaha sebetulnya memahami, aturan pidana perzinahan sebetulnya dilakukan untuk menegakkan aturan moral yang baik bagi masyarakat. Namun, ada beberapa hal yang memang masuk ranah privat dan nampaknya tidak baik dicampuri atau diatur oleh negara. “Dapat dipahami bahwa aturan pidana perzinahan erat kaitannya dengan perilaku moral, namun sesungguhnya termasuk pada ranah privat yang tidak harus diatur oleh negara dan dianggap sebagai perbuatan pidana,” tegas para pengusaha yang tergabung dalam Apindo

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono, menjelaskan wisatawan asing bakal ogah datang ke Indonesia kalau pasal ini disahkan. Karena larangan untuk sekamar pada ruang hotel bagi pasangan yang tidak menikah akan terpampang website negara lain dan menjadi imbauan. “Sekali diundangkan kalau pasal perzinahan di Indonesia pasti nggak mau datang ke Indonesia, bukan berarti kita nggak setuju tapi bagaimana dengan image dengan negara lain,” kata Sutrisno. Menurutnya banyak hal yang diatur di RKUHP adalah ranah privat yang seharusnya sudah sudah bisa diatur berdasarkan hukum adat daerah masing-masing, norma agama, hingga norma moral, bukan oleh hukum formal negara.

Poin Larangan Check In
Dalam catatan mengutip Draf RUU KUHP, pada pasal 415 tertulis setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dapat dipidana dengan pasal perzinahan. Pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda. Sementara itu, dalam butir 2 aturan itu dijelaskan juga tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas tidak akan dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri orang yang terikat perkawinan, orang tua, atau anak yang tidak terikat perkawinan. Sementara itu, pada pasal 416 tertulis, “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II” Tapi hal itu tidak akan dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan dari suami atau istri orang yang terikat perkawinan, orang tua, atau anak yang tidak terikat perkawinan.

Heboh di media sosial bahwa di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) diatur pasangan di luar pernikahan yang menginap (check in) di hotel bakal dipenjara. Juru Bicara RKUHP Albert Aries mengatakan bahwa pemahaman yang beredar itu salah.
Ia menjelaskan, pasal heboh di media sosial itu adalah Pasal 415 RKUHP yang mengatur soal tindak pidana perzinahan, kemudian Pasal 416 RKUHP soal hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan/kohabitasi.

RKUHP itu merupakan delik aduan. Intinya tidak serta merta bahwa pasangan non nikah check in hotel langsung terancam penjara. Lalu bagaimana jika ada pasangan bukan suami istri check in hotel? Apakah langsung terancam penjara? Albert mengatakan pasangan non nikah yang check-in hotel akan dipidana penjara atau denda, jika ada pengaduan langsung dari keluarga atau pihak yang dirugikan. Seperti diatur dalam pasal 415 ayat 2 RKUHP. Jadi, tidak serta merta bahwa pasangan non nikah check in hotel, terancam dipenjara begitu saja.

“Untuk tindak pidana perzinaan, menurut pasal 415 ayat 2 RKUHP pengaduan hanya bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki hak (legal standing) yaitu. (a) Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. (a) Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan,” jelasnya. Nah, pihak lain selain keluarga tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan. “Pihak ketiga di luar poin a dan b di atas tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan,” lanjutnya.

Kemudian, jika memang diadukan oleh pihak yang dirugikan. Kemudian dicek terlebih dahulu apakah pihak yang dirugikan dan terbukti secara sah dan menyakinkan di pengadilan akan adanya Tindak Pidana Perzinaan menurut Pasal 415 RKUHP.. Jika terbukti, maka pasangan non-nikah yang diadukan tersebut bisa terancam penjara bahkan denda maksimal Rp 10 juta.

“Kalaupun terbukti adanya perbuatan persetubuhan (sexual intercourse) sebagai inti perbuatan dari Tindak Pidana Perzinahan, maka sanksinya bersifat alternatif yaitu pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II (max Rp 10 juta Rupiah),” tuturnya. “Ini adalah salah satu wujud dari pembaruan RKUHP sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern yang memiliki alternatif sanksi selain penjara, misalnya Denda,” lanjutnya.

Kemudian, jika berkaitan dengan adanya penggerebekan, harus memiliki dasar hukum. Penggerebekan tetap harus berdasar, seperti adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan menurut pasal 415 ayat 2 RKUHP. Namun, karena jenisnya delik aduan, bisa saja pengaduan tersebut ditarik selama persidangan belum dimulai.

“Karena jenisnya delik aduan, Pasal 415 ayat 4 RKUHP memungkinkan dilakukannya penarikan atas pengaduan tsb selama pemeriksaan sidang pengadilan belum dimulai,” tuturnya. Sebelumnya, Albert mengatakan pemahaman yang beredar di media sosial pasangan di luar pernikahan yang menginap (check in) di hotel bakal dipenjara bila RKUHP sah menjadi undang-undang nantinya, adalah pemahaman yang salah.

“Tidak benar demikian (bahwa pasangan di luar nikah yang check in di hotel bisa dipenjara), dan juga tidak serta merta bisa dipidana penjara,” kata Juru Bicara Tim Sosialisasi RUU KUHP, Albert Aries. Dia menjelaskan, pasal yang dimaksud dalam narasi viral itu adalah Pasal 415 RKUHP yang mengatur soal tindak pidana perzinahan, serta Pasal 416 RKUHP soal hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan/kohabitasi. Pasangan di luar nikah yang menginap di hotel tidak serta merta digerebek tanpa ada aduan.

“Sebagai delik aduan (klach delicten) di RKUHP, yaitu hanya dapat diadukan oleh suami/istri bagi mereka yang terikat perkawinan atau orang tua/anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan. Maka, tidak akan pernah ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari yang berhak dan dirugikan secara langsung,” tuturnya.

Kurang Kreatif Mendongkrak Ekonomi Bali … Sandiaga Uno Usulkan Biayai PNS Kerja Sambil Wisata Di Bali


Kehabisan akal dan kurang kreatif dalam menemukan terobosan dalam mendongkrak ekonomi Bali maka Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KKP) mengusulkan 25 persen aparatur sipil negara (ASN atau PNS) di (work from Bali/WFB) yaitu akan dibiayai untuk bekerja sambil jalan jalan dan wisata di Bali

Tujuh kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Investasi.

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri KKP Agung Tri Prasetyo mengatakan jumlah ASN di lembaga tersebut sebanyak 13.174 orang. Angka itu terdiri dari pegawai di pusat sebanyak 2.977 orang dan unit pelayanan teknis (UPT) sebanyak 10.197 orang. CNNIndonesia.com mencoba menghitung potensi jumlah ASN di KKP yang bekerja dari Bali. Mengacu pada data tersebut serta usulan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, maka jumlah ASN yang bekerja dari Bali mencapai 3.293 orang.

Namun, Agung mengaku pihaknya belum bisa memastikan berapa ASN yang akan bekerja dari Bali. “Belum bisa berandai-andai,” ucap Agung. Selain itu, Agung menyatakan pihaknya juga masih menunggu aturan dari usulan 25 persen ASN bekerja dari Bali yang diusulkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia masih enggan berkomentar banyak terkait hal ini.

“Kami sedang tunggu update pengaturannya,” jelas Agung.

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Vinsensius Jemadu mengatakan kuota ASN yang diusulkan untuk bekerja dari Bali akan mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lalu, kebijakan ini juga akan mempertimbangkan aturan work from office (WFO) bagi ASN yang hanya 50 persen.

“Kami mengusulkan saat ini kalau kami lihat bahwa work from office itu sekitar 50 persen. Nah, kalau tu bisa dibagi 2, 25 persen yang work from office, 25 persen yang work from Bali dengan memaksimalkan existing budget yang ada,” ucap Vinsensius.

Menurut dia, kebijakan ini akan mendorong pemulihan ekonomi pasca dihantam pandemi covid-19. Pasalnya, jika 25 persen bekerja di Bali, maka otomatis akan meningkatkan tingkat okupansi hotel di wilayah tersebut. “Lagi pula kalau memang benar biaya akomodasi dihitung bulanan katakanlah 3 juta atau 4 juta per bulan, satu kamar untuk akomodasi di Bali, saya kira itu bisa dibuat sedemikian rupa sehingga ASN itu secara bergantian secara bergelombang sampai dengan akhir tahun melakukan work from Bali,” ujar Vinsensius.

Hanya saja, pemerintah masih perlu waktu untuk mengkaji kebijakan itu lebih detail. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan merinci kuota dan jenis pekerjaan apa saja yang bisa bekerja di Bali. Work From Bali diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan untuk memulihkan pariwisata Bali yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Komitmen program Work From Bali dituangkan dalam nota kesepahaman Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali, Selasa (18/5) lalu.

Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk bekerja dari Bali (work from Bali/WFB) seolah-olah seperti membiayai ASN untuk jalan-jalan. “Ini ASN bekerja atau jalan-jalan? Akhirnya jadi membiayai ASN jalan-jalan,” ucap Bhima.

Bhima memandang, kebijakan itu tak akan berdampak signifikan untuk mendorong pemulihan ekonomi di Bali. Masalahnya, ekonomi Bali sangat bergantung dengan wisatawan mancanegara (wisman). Menurut Bhima, dampak dari anjloknya turis asing di Bali tak bisa digantikan oleh 25 persen ASN di tujuh kementerian yang bekerja dari Pulau Dewata. Kunci pemulihan Bali adalah pengendalian Covid-19 dan perbaikan mobilitas.

“Dampak ekonomi ke Bali diprediksi kecil. Basis ekonomi di Bali adalah pariwisata, khususnya wisman. Penurunan tajam wisman hingga minus 100 persen secara tahunan per Maret 2021 di pintu Bandara Ngurah Rai tak bisa digantikan semudah itu [dengan kebijakan kewajiban 25 persen ASN bekerja dari Bali],” jelas Bhima.

Lagi pula, Bhima memproyeksi, kebijakan ini justru hanya akan dinikmati oleh ASN sendiri atau berputar di lingkaran pemerintah saja. Sementara pada saat yang sama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi membengkak karena kebijakan ini. Alih-alih memboyong ASN ke Bali, Bhima mengatakan bahwa akan lebih baik jika seluruh alokasi perjalanan dinas pemerintah yang masih tersisa langsung diberikan dalam bentuk bantuan subsidi upah ke pekerja pariwisata atau memberikan bentuk stimulus langsung ke pengusaha yang terdampak. “Itu jauh langsung tepat sasaran,” tambah Bhima.

Masalahnya, Bhima menyebut, acara pemerintah lebih banyak diselenggarakan di hotel bintang tiga ke atas. Jika pun 25 persen ASN bekerja dan menginap di hotel, hanya hotel bintang tiga ke atas yang mendapat ‘jatah’. Sementara hotel bintang tiga ke bawah tak akan terkena dampak. “Sulit mengharapkan UMKM ikut mendapatkan efek belanja perjalanan dinas tersebut. Dampaknya lebih baik disalurkan merata ke seluruh hotel, bukan sekedar hotel yg bintang tiga ke atas,” katanya.

Diwawancara terpisah, Kepala Ekonom BCA, David Sumual berpendapat bahwa rencana 25 persen ASN bekerja dari Bali tak serta merta secara langsung membuat perekonomian menjadi positif sepenuhnya. Tapi, setidaknya rencana ini membantu sedikit memperbaiki perekonomian di Pulau Dewata. “Ide ini cukup baik, untuk dorong ekonomi setempat. Dari segi domestiknya,” ucap David.

Menurut David, 25 persen ASN itu akan mendongkrak pendapatan hotel dan restoran di Bali. Dengan demikian, sektor usaha di Bali kembali bergerak dan potensi pengangguran bisa sedikit teratasi di masa pandemi Covid-19.

“Paling tidak bisa menjadi bantalan ekonomi untuk Bali. Ekonomi Bali sangat terpuruk. Stimulus untuk Bali beda, tidak bisa seperti yang lain karena tidak ada yang datang,” terang David. Kendati demikian, senada dengan Bhima, David juga mengakui bahwa anggaran pemerintah akan membengkak dengan kebijakan ini. Namun, mau tak mau pemerintah harus melakukannya.

“[Anggaran pemerintah] ya memang sekarang harus boros. Kalau tidak dibelanjakan, ekonomi tidak bergerak karena semua menahan, investasi menahan, semua menahan. Jadi harus ada dorongan extraordinary semacam ini,” jelasnya.

Ia memproyeksi, ekonomi Bali masih minus pada kuartal III 2021 atau saat kebijakan ASN bekerja di Bali diberlakukan. Namun, kontraksinya akan membaik dibandingkan dengan kuartal I 2021. “Ini solusi jangka pendek, tapi tergantung berapa lama dan jumlah ASN yang bekerja dari Bali,” ucap David. Sebagai informasi, ekonomi Bali minus 9,85 persen pada kuartal I 2021. Ekonomi Bali terlihat semakin terpuruk dibandingkan dengan kuartal I 2020 yang hanya minus 1,2 persen.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menginisiasi kebijakan work from Bali untuk memulihkan pariwisata Bali yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Komitmen program work from Bali atau WFB dituangkan dalam nota kesepahaman Dukungan Penyediaan Akomodasi untuk Peningkatan Pariwisata The Nusa Dua Bali, Selasa (18/5) lalu.

Demi Dongkrak Pariwisata, Warga Bali Diusir Dari Pantai Sanur


Seorang warga lokal di Bali mengunggah kekecewaan dan rasa sakit hatinya setelah mengalami pengusiran sepihak di Pantai Sanur oleh seorang staf hotel. Warga yang kemudian diketahui bernama Mirah Sugandhi ini mengaku diusir staf keamanan Hotel Puri Santrian saat dia bermain dengan anaknya di pantai yang lokasinya persis dekat hotel tersebut.

Dalam unggahannya, Mirah mempertanyakan soal privatisasi pantai yang dilakukan hotel tersebut. Logikanya, pantai menjadi area publik yang bisa diakses siapa saja, meski bukan tamu hotel tersebut. “Pantai ini kan milik publik. Ini pantai luas banget. Aku baru tahu kalo hotel bisa punya pantai. Aku masih syok dan kenapa aku diusir,” ucap Mirah di akun Instagramnya.

Sementara pihak hotel sendiri belum memberikan keterangan. Pihak resepsionis mengaku belum mengetahui secara lengkap kronologi pengusiran tersebut. Hal seperti ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi di Bali. Pada 2019, seorang nelayan yang tengah menyandarkan kapalnya di pesisir tiba-tiba diusir seorang warga negara asing.

Dia diusir karena disebut memasuki wilayah pribadi yang diklaim merupakan bagian dari vila milik WNA tersebut. Siapa pun tak boleh mondar mandir apalagi menyandarkan perahu tanpa seizinnya. Kejadian itu sempat viral hingga memunculkan penolakan privatisasi pantai yang banyak terjadi di kawasan Bali.

Pada dasarnya, soal privatisasi pantai ini secara jelas telah diatur dan dilarang melalui Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai. Perpres ini merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diubah ke UU Nomor 1 tahun 2014.

Dalam penjabarannya, Perpres tersebut mengatur soal sempadan pantai yang mesti dimiliki seseorang atau perusahaan ketika membuat bangunan di pesisir pantai. Batas sempadan itu minimal sepanjang 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Untuk diketahui, sempadan pantai merupakan wilayah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai.

Sempadan juga secara fisik merupakan garis batas antara ruang privat bangunan dengan ruang publik yang tentunya bisa diakses siapa saja tanpa harus ada perizinan dari pemilik bangunan di dekat pantai tersebut. Namun kenyataannya kawasan pantai yang telah diatur menjadi sempadan ini justru kerap dikooptasi dan dikuasai oleh pemilik bangunan atau hotel maupun vila di wilayah pesisir pantai.

Padahal area sempadan sendiri selain berguna untuk aktivitas publik, juga berguna sebagai area kritis dalam menjaga keseimbangan kawasan alam dengan manusia.

Seorang warga di kawasan Sanur, Bali menceritakan pengalamannya diusir saat tengah bermain pasir di pantai dekat Hotel Puri Santrian. Warga lokal yang kemudian diketahui bernama Mirah Sigandhi mengaku diusir oleh staf hotel. Dia menceritakan itu lewat akun Instagram miliknya @mirahsugandhi. Mirah mengunggah beberapa potongan video dan menceritakan rasa sakit hatinya usai diusir dari pantai yang menurutnya bisa dinikmati siapa saja.

“Pantai ini kan milik publik. Ini pantai luas banget. Aku baru tahu kalo hotel bisa punya pantai. Aku masih syok dan kenapa aku diusir,” kata Mirah dikutip dari akun Instagramnya, Rabu (24/3).

Saat itu, Mirrah dan anaknya tengah bermain pasir di pinggir pantai. Tiba-tiba didatangi satpam yang langsung bertanya apakah dia tamu di hotel atau bukan. Mirah mengaku hanya warga lokal yang tengah bermain. Bukan tamu hotel yang kebetulan lokasinya persis berada dekat pantai tersebut.

“Terus gini dia bilang, jangan duduk di sini ya, kawasan hotel ini. Di pantai sebelah aja duduknya, pokoknya jangan di sini,” kata Mirah menjelaskan menirukan seseorang yang mengusirnya. Mirrah heran. Padahal Sama sekali tak menyentuh fasilitas hotel yang ada di dekat pantai. Mirrah sekadar bermain pasar dan tidak memasuki area hotel.

Terpisah, Pihak Hotel Puri Santiran, Bali mengaku belum mengetahui secara lengkap kronologi satpam mengusir warga lokal yang tengah bermain di pinggir pantai dekat hotel tersebut. Resepsionis Hotel Puri Santrian mengatakan manajemen bakal memberikan keterangan lebih rinci ihwal pengusiran satpam terhadap warga lokal yang viral di media sosial.

“Kami juga belum tahu kronologi lengkapnya, nanti pihak HRD yang akan menjelaskan. Namun saat ini yang bersangkutan belum ada di lokasi,” kata resepsionis melalui sambungan telepon, Rabu (24/3).

Sejarah Nyama Selam dan Peradaban Islam Di Buleleng Bali


Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali memiliki luas 1.584 hektare persegi. Seluruh penduduknya adalah umat Islam Bali. Penduduk Bali menyebut mereka dengan istilah nyama selam. Nyama berarti saudara, dan selam berarti Islam. Atau, bisa diartikan sebagai orang-orang Islam yang menjalankan tradisi Bali.

Penghulu imam Desa Pegayaman, Haji Nengah Abdul Ghofar Ismail, 53 tahun, menjelaskan keberadaan Nyema Salam di Desa Pegayaman tak lepas dari sejarah masuknya Islam ke desa itu. Menurut dia, pada saat itu Raja Buleleng Anglurah Ki Barak Panji Sakti diundang oleh Raja Mataram dalam rangka persahabatan. Saat kembali ke Bali, Ki Barak Panji Sakti dihadiahi seekor gajah dan delapan orang prajurit yang saat itu sudah beragama Islam untuk mengiringinya pulang.

Prajurit-prajurit inilah cikal bakal warga Islam di Desa Pegayaman. “Leluhur Desa Pegayaman disebut sitindih artinya orang-orang pembela kerajaan,” kata Nengah Abdul. Mengutip catatan sejarah, Nengah Abdul bercerita, pada 1711, terjadi perang antara Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Buleleng. Pada saat itulah orang-orang Pegayaman menghadang di Desa Gitgit, hingga terjadi pertempuran hebat sampai ke Desa Pancasari.

Kabar pertempuran tersebut diketahui oleh pasukan Teruna Goak (Pasukan Gagak Hitam) milik Ki Barak Panji Sakti dari Desa Panji yang segera bergabung untuk memukul mundur pasukan Kerajaan Mengwi. Pada 1850 kapal kelompok imigran Bugis yang hendak menuju Jawa-Madura terdampar di pesisir Buleleng. Sebanyak 40 pasukan Bugis tersebut menghadap kepada Ki Barak Panji Sakti.

Oleh sang raja mereka diberikan kebebasan untuk memilih tinggal di pesisir atau di Desa Pegayaman mengingat mereka beragama Islam. Sebagian memilih tinggal di pesisir karena orang Bugis terkenal sebagai penjelajah laut dan sebagian lagi memilih bergabung dengan orang Pegayaman karena alasan agama. “Perpaduan tiga suku Jawa, Bugis, dan Bali inilah yang kini menjadi warga asli Desa Pegayaman,” ujar Negah Abdul.

Kisah masuknya agama Islam di Pegayaman diabadikan menjadi nama masjid, yaitu Masjid Jami Safinatussalam. Masjid Jami Safinatussalam merupakan masjid tertua di Pegayaman. Keberadaan masjid ini diperkirakan sudah ada sejak awal Desa Pegayaman. “Safinatussalam berarti perahu keselamatan. Diberi nama safinatussalam karena datangnya menggunakan perahu dari Jawa, sampai dengan selamat di Bali,” jelas pria lulusan Pesantren Darussalam, Banyuwangi dan Pesantren Al-Falah, Kediri, Jawa Timur ini.

Asal-usul nama Pegayaman pun ada dua versi. Pertama, berasal dari kata gayam (bahasa Jawa) yang merupakan jenis tumbuhan. Dalam bahasa Bali disebut buah gatep. “Dahulu sebelum dibuka menjadi pemukiman, wilayah desa ini banyak ditumbuhi pohon gatep atau gayam sehingga disebut Pegayaman,” katanya.

“Sedangkan versi kedua berasal dari nama senjata, Keris Gayaman yang ada pada zaman Kerajaan Mataram,” katanya. Matahari baru saja tenggelam, Kamis, 16 Juli 2015. Lalu lalang warga Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali mulai memadati jalan desa. Mereka bersiap mengikuti takbir keliling untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Acara dimulai sekitar pukul 21.00 Wita. Penghulu imam (sesepuh), kepala desa, dan warga desa bergerak dari Masjid Jami Safinatussalam mengelilingi desa. Sebagian dari mereka, terutama remaja, mengendarai sepeda motor. Irama alat musik rebana dan lantunan takbir menggema di antara dinginnya udara malam di desa yang berada 450 meter di atas permukaan laut itu. Luas wilayah Desa Pegayaman mencapai 1.584 hektare. Seluruh penduduknya adalah umat Islam Bali. “Istilahnya Nyama Selam. Nyama berarti saudara dan Selam berarti Islam. Atau bisa diartikan sebagai orang-orang Islam yang menjalankan tradisi Bali,” kata penghulu imam Desa Pegayaman, Haji Nengah Abdul Ghofar Ismail (53).

Warga di Desa Pegayaman sehari-hari berkomunikasi menggunakan bahasa Bali. Mereka juga mengenal sor singgih base Bali, termasuk dalam kegiatan keagamaan. Khatib di beberapa musala yang ada di desa ini terkadang menggunakan bahasa Bali ketika berkhotbah. Ketika Ramadan, saat dini hari menjelang sahur, dari Masjid Jami Safinatussalam terdengar himbauan membangunkan warga yang juga menggunakan bahasa Bali. “Ida dane warga ngiring metangi santukan galah imsyak sampun nampek.” Artinya, “Para warga mari bangun karena waktu imsyak sudah dekat.”

Tak beda dengan orang Bali pada umumnya yang beragama Hindu, dalam penamaan, warga Pegayaman juga memberi nama Wayan untuk anak pertama, Nengah untuk anak kedua, Nyoman untuk anak ketiga, dan Ketut untuk anak keempat. “Di sini kami tidak menggunakan I dan Ni di depan nama, juga tidak menggunakan nama Putu (anak pertama), Made (anak kedua), dan Wayan (setelah anak keempat). Lewat dari anak keempat, semuanya bernama Ketut,” jelasnya.

Daftar Acara Wisata Bulan Agustus Di Bali


Bulan Agustus mendatang, Bali akan menggelar dua festival budaya wisata. Salah satunya adalah Buleleng Festival 2015 pada 4-8 Agustus 2015. Festival ini bertempat di Tugu Singa Ambara Raja, Singaraja. Dalam festival ini, sebanyak 21 seka (grup) gong dari sembilan kecamatan di Kabupaten Buleleng ikut ambil bagian memeriahkan.

“Lewat festival itu Kami ingin membangkitkan kembali kesenian Gong Kebyar yang di tanah ‘Bumi Panji Sakti’,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Buleleng, Gede Suyasa, Sabtu (4/7/2015), seperti dikutip dari Antara. Ia menjelaskan seka gong itu akan tampil di sepanjang Jalan Ngurah Rai, mereka akan tampil berderet di sepanjang jalan utama di Kota Singaraja itu.

“Seniman akan tampil di Jalan Ngurah Rai sepanjang kurang lebih 300 meter, masing-masing seka gong kami tempatkan pada sebuah panggung khusus, satu panggung panjangnya sampai 15 meter,” jelasnya. Buleleng Festival 2015 selain menggunakan areal sekitar patung Singa juga memanfaatkan Gedung Sasana Budaya dan Puri Kanginan, untuk menampilkan beberapa acara tambahan. Buleleng Festival 2015 mengusung tema “Gurnitaning Denbukit”, yang bermakna gemuruh musik di Buleleng.

Nantinya di salah satu festival terbesar di Buleleng ini akan lebih banyak mengeksplorasi kesenian musik yang tumbuh dan berkembang di Buleleng, baik itu musik tradisional maupun musik modern. Sementara itu, perhelatan “Sanur Village Festival” 2015 yang ke-10 akan segera digelar pada 26-30 Agustus di Maisonette Area, Pantai Segara, Sanur Bali dengan mengangkat tema “Dasa Warsa”.

Dalam perhelatan tersebut akan diadakan beragam kegiatan, seperti program lingkungan hidup, festival kuliner, pameran seni rupa dan fotografi, kegiatan olahraga, serta dialog seni dan budaya. Seperti dikutip dari Antara, ada pula program lingkungan hidup yang akan dilaksanakan, antara lain bersih-bersih pantai, pelepasan tukik, dan penanaman terumbu karang yang melibatkan murid sekolah, pelaku wisata dan LSM setempat.

Selain itu, untuk kegiatan olahraga, pada 23 Agustus akan diadakan acara lari SanurRun dengan tiga kategori, yaitu lari 10 kilometer dan lima kilometer terbuka untuk umum, lari dengan rute sejauh 400 meter untuk anak umur 5-6 tahun, dan lari satu kilometer untuk anak usia 7-9 tahun.

Sementara Sanur Open Golf Tournament akan diadakan selama dua hari pada 29-30 Agustus di Bali Beach Golf Course. Untuk kegiatan festival dan pameran meliputi Sanur Kreatif Ekspo, Agrowisata Expo, Pagelaran musik dan Kesenian, Parade Budaya, dan Bazaar Tanaman Hias. Sanur Kreatif Expo akan memamerkan hasil seni kerajinan yang menjadi suguhan pendukung pariwisata industri sekaligus menjadi ajang temu kreatif, temu dagang, dan kontak bisnis.

Selain itu, akan diadakan lomba fotografi dengan dua kategori, yakni siswa dan umum. Pameran akan diadakan di Griya Santrian seminggu sebelum hingga seminggu setelah ajang Sanur Village Festival.

Meditasi Di Candi Tebing Tebing Tegallinggah Gianyar


PAGI belum sempurna. Pepohonan masih teguh dalam semadi. Tetapi burung-burung sudah berloncatan dari dahan ke dahan. Kicaunya disambut ricik air dari sebuah pancuran bambu. Tebing Tukad Pakerisan hening dalam doa suci semesta…. Situs Candi Tebing Tegallinggah, Desa Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, lokasi sempurna untuk melakukan laku meditasi. Di sini waktu seperti melambat menuju titik hening, sampai akhirnya kita tiba di lelumutan yang tumbuh merambat di dinding-dinding goa. Di dalam goa, yang dipahatkan di tebing-tebing sungai, dahulu para raja dan pengikutnya menjalani laku spiritual. Mereka bermeditasi mencari kesempurnaan diri untuk kemudian menebar kebaikan kepada rakyat.

Anak Agung Gde Rai meloncat-loncat indah menuruni anak tangga. Ia bahkan melintasi tubir tebing dengan penuh kelincahan. Sementara peneliti budaya asal Perancis, Dr Jean Couteau, dan penyair Warih Wisatsana, yang ikut serta menjalani laku yang disebut Agung Rai sebagai golden hours itu, tertatih-tatih. Jean bahkan harus dituntun berulang kali ketika melintasi tubir tebing. Kelihatan sekujur tubuhnya gemetar.

Selama puluhan tahun tinggal di Bali, Jean tak pernah tahu ada kehidupan ketika laku meditasi untuk mencari keheningan diri dilakukan di sepanjang Tukad Pakerisan. Sungai bertebing-tebing itu tak jauh dari pusat keriuhan pariwisata Bali, Ubud. Kami cuma butuh waktu 15 menit menuju anak tangga pertama di Tegallinggah sebelum turun menuju goa-goa di kanan-kiri tebing.

Mata air di Candi Tebing Tebing Tegallinggah, Kabupaten Gianyar, Bali.

Mata air di Candi Tebing Tebing Tegallinggah, Kabupaten Gianyar, Bali. Situs ini menurut catatan sejarah ditemukan oleh peneliti Belanda, Krisjman, ketika bersama penduduk sekitar membersihkan sebuah gapura. Saat dilakukan penggalian, muncullah dua candi yang dipahatkan di atas tebing sungai. Kedua candi ini mirip dengan pahatan candi di situs Gunung Kawi, Tampaksiring, yang masih berlokasi di Sungai Pakerisan.

Agung Rai, yang sering kali mengantar para peneliti dan pencinta kebudayaan menikmati ”Bali sebelum bangun”, memperkirakan situs Candi Tebing Tegallinggah sezaman dengan Gunung Kawi. Candi Gunung Kawi diperkirakan dibangun di masa pemerintahan raja Sri Aji Paduka Dhar mawangsa Marakata Pangkaja Stanattunggadewa (944-948 Saka) dan kemudian dilanjutkan saat raja Anak Wungsu (971-999 Saka) memerintah Bali. Keduanya adalah keturunan raja Udayana dari Dinasti Warmadewa. Prasasti Tengkulak (945 Saka) menyebut di tepi Sungai Pakerisan terdapat pertapaan bernama Amarawati. Para peneliti menafsirkan Amarawati mengacu pada Candi Gunung Kawi.

”Tetapi itu dari sisi arkeologi. Kini yang jelas situs ini membuat kita seperti menemukan diri. Bahwa pada abad ke-8 sampai ke-11, para leluhur Bali sudah mencari pencerahan diri untuk kemudian mengabdi kepada rakyat,” kata Agung Rai, yang juga pendiri Museum Arma Ubud. Di tebing-tebing sepanjang aliran Sungai Pakerisan itulah dahulu para raja membangun tempat-tempat suci, baik dalam mempererat relasi dengan Tuhan maupun menempa diri agar menjadi manusia yang berbudi.

Di atas rumah pertapaan di tebing Sungai Pakerisan, Bedulu, Gianyar, terdapat selokan kecil yang mengalirkan air terjun.
Di atas rumah pertapaan di tebing Sungai Pakerisan, Bedulu, Gianyar, terdapat selokan kecil yang mengalirkan air terjun. Bali lain Jean melihat Bali semakin riuh oleh komodifikasi. Seturut dengan gelombang gerakan new age yang berkembang sejak tahun 1960-an, kini daerah wisata seperti Bali sedang ”gaduh” oleh kecenderungan ”perdagangan” spiritual. ”Banyak sekali pelaku-pelaku spiritual yang berpraktik di Bali, terutama Ubud. Ya, memang karena itulah mata dagangan paling laku sekarang di dunia pariwisata…,” kata Jean, akhir Desember tahun lalu. Jean tak bermaksud sinis terhadap perilaku para pelaku pariwisata Bali sekarang ini. Ini memang tren, di mana-mana terjadi di dunia,” ujarnya.

Namun, situs-situs di sepanjang Sungai Pakerisan ibarat Bali yang lain. Mungkin karena letaknya yang tersembunyi dan sulit dicapai, tak banyak operator jasa wisata yang mempromosikannya. ”Tetapi justru karena itu kita menemukan Bali yang sesungguhnya,” ujar Jean, yang tak habis takjub menyelami kehidupan tebing sungai.

Situs Candi Tebing Tegallinggah dipahatkan di kedua sisi sungai. Di sisi sebelah barat terdapat dua gapura sebelum bertemu dengan dua pahatan candi. Selain itu terdapat juga tujuh ceruk yang atapnya dipahat menyerupai rumah-rumah kuno. Di dalamnya terdapat dudukan tempat seseorang bisa bersila untuk menjalani laku meditasi. Di timur sungai juga terdapat pahatan candi serta ceruk-ceruk menyerupai goa pertapaan. Kedua sisi sungai cuma dihubungkan jembatan papan kayu yang sudah berlumut dan lapuk. Terlihat jembatan ini sudah lama tidak difungsikan.

Warga memanfaatkan mata air yang ada di Candi Tebing Jukut Paku, Gianyar, Bali.

Warga memanfaatkan mata air yang ada di Candi Tebing Jukut Paku, Gianyar, Bali. Sebelum pagi benar-benar pergi, beberapa penduduk bersiap mandi di selokan kecil yang letaknya di atas tebing. Sementara aliran air Sungai Pakerisan tertutup semak, jauh di bawahnya. Sebelum mandi, warga Tegallinggah selalu menghaturkan canang (untaian bunga di atas janur) di pelinggih (tempat suci) di sekitar pancuran bambu. Begitulah keharmonian itu selalu dijaga. Alam memberi segala berkah berupa kelimpahan air yang menghidupi, pepohonan yang melindungi, burung-burung yang tak henti bernyanyi, dan aura yang membangkitkan energi.

Kami lantas coba duduk bersila. Gemuruh dada pertanda gelisah dan riuh pikiran pertanda kalut perlahan dihanyutkan aliran angin dan gemercik air. Ada cahaya yang diam-diam menyusup ke dasar batin. Itulah mungkin kehidupan suci yang dijalani para leluhur di masa lalu sebelum akhirnya benar-benar mengabdi untuk kesejahteraan rakyat

Tirta Empul Di Bali Jadi Obyek Wisata Terfavorit


Obyek wisata Tirta Empul Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, 35 km timur Denpasar, saat ini ada perbaikan di kolam tempat permandian, masih terfavorit, karena ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri.

Wisatawan asing tampak berbaur dengan masyarakat mandi di alam terbuka, meskipun sedikit ada gangguan akibat perbaikan. Turis tampaknya tidak merasa terganggu mengikuti masyarakat yang diawali dengan doa sesuai kepercayaannya masing-masing.

Made Lanus, seorang pemandu wisata, Kamis (2/7/2015), mengatakan wisatawan yang diantarnya datang dari Italia itu memang sengaja meminta mandi bersama dengan tata cara mengikuti masyarakat Bali mandi di pancuran yang airnya muncul dari mata air yang dianggap suci.

“Obyek wisata Tirta Empul yang bersebelahan dengan Istana Tampaksiring memiliki daya tarik tersendiri, sehingga banyak turis asing meminta bisa diantarkan ke tempat persembahyangan bagi umat Hindu di daerah ini,” tutur Made Lanus.

Adanya pengembangan lokasi wisata dikelola dengan apik itu memiliki sekitar seratus juru foto yang melayani masyarakat dalam mengabdikan permintaan masyarakat yang berkunjung ke sini, dan sebanyak 20 orang yang bertugas setiap hari.

Dinas Pariwisata Provinsi Bali mencatat Tirta Empul, termasuk sepuluh besar obyek wisata yang menerima kunjungan turis terbanyak, selain Tanah Lot di Kabupaten Tabanan, Uluwatu di Kabupaten Badung, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan, kawasan wisata Penelokan Kintamani, Bangli dengan gunung dan Danau Baturnya.

“Pengunjung selama 2015 dari Januari-Mei ke obyek wisata ini sebanyak 163.406 orang atau rata-rata 32.000 per bulan, sementara selama 2014 tercatat 443.883 orang. Jumlah kunjungan sebanyak itu cukup bagus,” ujar Made Lanus.

Obyek wisata Tirta Empul selalu jadi primadona kunjungan wisatawan, selain lokasinya berada pada jalur wisata ke Denpasar-Kintamani, juga memiliki daya tarik tinggi dengan pancuran air suci dan Istana Tampaksiring yang bersebelahan.

Khusus di Kabupaten Gianyar, Tirta Empul menerima pengunjung terbanyak. Obyek wisata Goa Gajah Bedulu menduduki urutan kedua dengan rata-rata 19.321 pengunjung per bulan, diikuti Gunung Kawi Tampaksiring 9.381 pengunjung per bulan. Kemudian Gunung Kawi Sebatu 1.781 pengunjung, Yeh Pulu Bedulu 450 pengunjung. Sementara Stage Sidan dengan keindahan alamnya paling sedikit jumlah kunjungan yakni rata rata 22 orang setiap bulan karena masih dalam tahap promosi.

Gianyar yang dikenal daerah seninya di Bali, juga memiliki obyek meraik lainnya seperti museum lukisan, taman burung, rafting dan taman burung, sapi Desa Taro binatang yang disucikan masyarakat adat setempat.

Kesegaran Alam Bali di Sungai Gelar Negara


Di kota Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, untuk menemukan tempat yang alami dan sejuk adalah dambaan setiap orang. Terlebih kesan alami ini tidak jauh berada dari jantung kota. Untuk mendapatkan ini semua, obyek wisata Sungai Gelar adalah tempatnya. Untuk menjangkaunya pun cukup mudah tanpa harus berlama-lama membawa rasa penasaran yang terpendam.

Lokasi Sungai Gelar berada di Dusun Gelar Sari, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana. Untuk menjangkau tempat ini, pengunjung bisa melalui dua jalur pedesaan yakni bisa lewat Desa Batuagung dan melalui arah Gedung Olah Raga (GOR) Kresna Jvara di Dusun Sawe Rangsasa. Bila ditempuh dari jalan raya, obyek wisata ini berjarak sekitar 8 kilometer.

Di Jembrana, Sungai Gelar sudah begitu populer sebagai tempat untuk menghabiskan akhir pekan. Decak kagum pengunjung akan mulai terasa tatkala menemukan hamparan perkebunan hijau dan lembah berhiaskan nyiur bersanding mesra dengan hutan sebelum akhirnya betul-betul memasuki kawasan hutan di wilayah paling utara.

Kedua ujung jalan ini akan berakhir setelah menemukan jembatan merah hanya khusus dilalui oleh kendaraan roda dua. Bila dilalui, jembatan ini mengeluarkan bunyi tak beraturan dari benturan yang keras. Sehingga sangat jelas terdengar di kesunyian. Ini mencirikan sebagai pertanda bahwa ada pengunjung yang sedang melintasi jembatan.

Di bawah jembatan inilah, sungai yang cukup lebar memiliki air jernih dan segar bersumber dari pegunungan. Atas daya tarik inilah pengunjung dari berbagai wilayah berdatangan hanya untuk melihat serta menikmati suasana sambil menghirup udara segar.

“Kebanyakan pengunjung adalah anak muda bersama teman-temannya, mereka bukan saja datang dari Jembrana, bahkan ada pula yang datang dari jauh hanya sekadar melihat sekitar sini,” ujar Jero Wayan Suwarti. Jero Wayan Suwarti, pemilik warung di Sungai Gelar, Kabupaten Jembrana, Bali. Jero Wayan Suwarti adalah pemilik warung yang biasa berjualan tidak jauh dari ujung jembatan. Dia menggelar dagangannya khusus pada hari Sabtu dan Minggu, apalagi di hari raya seperti Galungan dan Kuningan adalah berkah baginya.

Menurut pengalamannya selama berjualan, Sungai Gelar mulai dikunjungi oleh wisatawan sejak dirinya masih belum berjualan. Kebanyakan yang datang adalah pengunjung untuk mandi di sungai serta menyusuri bibir sungai ke arah pinggiran sungai yang diapit oleh hutan dan tegal milik warga. Anak-anak bermain di tanah kosong dekat Monumen Gelar atau Lembah Merdeka di Kabupaten Jembrana, Bali.

Tak jauh dari tempat ini pula, terdapat sebuah Monumen Gelar atau Lembah Merdeka yang dipertegas lagi dengan papan nama yang ditancapkan sebelah selatan jembatan. Untuk melihatnya, pengunjung cukup dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang sudah dibeton.

Warga lainnya, Gusti Kade Wiadnyana mengungkapkan dulu tempat ini paling sering dikunjungi wisatawan asing. Mereka datang bersama dengan kendaraan Jeep melakukan aktifitas jalan-jalan ke hutan. Dan lanjut Gusti, beberapa lahan di wilayah tersebut bahkan dimiliki oleh orang Jepang. Lahan milik orang asing yang berupa tegalan ini berada persis di sebelah pagar tempatnya tinggal. Gusti Kade Wiadnyana yang menempati rumah beberapa meter dari bibir Sungai Gelar menjadikan suara gemericik air dengan serangkaian kelokan ibarat seperti cepatnya ritme hidup di desa.

Sungai Gelar juga sering dimanfaatkan oleh siswa yang gemar melakukan kegiatan alam. Namun untuk lebih nyaman di perjalanan dalam menjangkau tempat ini, Gusti Kade menyarankan pengunjung melewati Desa Batuagung agar terhindar dari jalan rusak parah dan berlobang.

Setiap pengunjung yang datang akan dikenakan ongkos parkir Rp 2.000 yang dipungut oleh petugas parkir yang memang berasal dari anggota banjar tersebut. Mereka akan ditugasi memungut parkir secara bergiliran khusus untuk akhir pekan dan hari raya saja.

Kendaraan bebas parkir dimana saja menempati lahan kosong dan pinggir jalan yang tak jauh dari kawasan obyek wisata alam Sungai Gelar. Di sini belum tersedia khusus lahan parkir bagi pengunjung pengguna roda dua dan empat.
Dulu jalan yang menghubungkan dari GOR memang bagus, namun semenjak kondisinya rusak sudah mulai jarang dilalui apalagi kendaraan pendek,“ kata Gusti Kade Wiadnyana.

Wisata Kuliner Sajian Nasi Campur Khas Bali


Bali, yang mendapat julukan Pulau Dewata, dikenal dengan pesona pantai-pantainya yang eksotis. Bali juga memiliki kekhasan dengan sawah teraseringnya, terutama di wilayah dataran tinggi seperti di kawasan Ubud.

Tak hanya itu. Bali menyuguhkan kuliner yang mengundang selera. Rasanya tidak lengkap bertandang ke sebuah daerah wisata di Indonesia bila tidak mencicipi makanan khasnya. Itulah yang saya lakukan saat melancong ke Bali apa akhir tahun lalu. Dengan semangat menggebu, saya berkeliling mencari sajian masakan dengan menu utama nasi di tiga tempat wisata di Bali, yaitu kawasan Sanur, Denpasar, dan Ubud. Dari tiga tempat itu, saya menjajal empat menu masakan nasi campur khas Pulau Dewata.

Nasi lauk ikan goreng dengan sambal dan sup ikan
Di kawasan wisata Sanur terdapat Rumah Makan Mak Beng. Lokasinya berada di dekat tempat keberangkatan speedboat menuju Nusa Lembongan, Ceningan atau Peninda. Restoran itu tepatnya terletak di Jalan Hang Tuah. Restoran Mak Beng buka pukul 08.00 hingga pukul 21.00. Di tempat makan ini hanya ada dua menu yang ditawarkan, yakni ikan goreng dengan sambal dan sup ikan. Untuk satu paket ikan goreng, sup ikan, dan nasi ditambah sambal, dipatok Rp 88 ribu.

Nasi campur Bali
Masih di kawasan wisata Sanur, saya mencicipi nasi campur di warung Men (Ibu) Weti. Lokasi warung ini tak jauh dari Pantai Sanur. Makanan disajikan di beberapa baskom besar yang diletakkan satu meja. Isinya berupa sayuran, ayam betutu, ayam goreng, urap, sate lilit, kerupuk kulit ayam, ikan laut, dan telur, serta sambal khas Bali. Harga makanan tergantung pada pilihan lauknya. Rata-rata untuk satu porsi cukup ditebus dengan kisaran Rp 15 ribu.

Nasi Jinggo
Di Denpasar, saya mencari menu nasi jinggo di Jalan Gajah Mada. Awalnya disebut “jenggo” berarti 1500. Kini harganya dua kali lipat pada kisaran Rp 3000. Bungkusannya kecil karena isinya sekepal nasi ditemani mi, suwiran ayam, dan sambal.

Nasi Kadewat Ibu Mangku
Di Ubud, tepatnya di Jalan Raya Kadewat, terdapat rumah makan Ibu Mangku. Begitu masuk rumah makan yang berada di depan Pura Kadewat itu, Anda akan disambut dengan bunyi gamelan khas Bali. Sajian yang ditawarkan diletakan berderet di balik kaca. Saat itu, saya memilih menu nasi campur seharga Rp 20 ribu dan makan lesehan di balai-balai di tengah taman. Sungguh asyik.