Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), Albert Aries, menegaskan tidak benar pasangan di luar nikah yang check-in di hotel bisa dipenjara. Ia menjelaskan substansi pasal 415 RUU KUHP merupakan delik aduan yang hanya bisa diadukan oleh keluarga, seperti hanya pasangan suami atau istri hingga orang tua yang bersangkutan. Tidak bisa serta merta semua pihak melakukan pengaduan.
“Pasal 415 adalah delik aduan atau klach delicten. Artinya hanya pasangan suami atau istri atau orang tua atau anak yang bisa melaporkan. Tidak bisa sembarangan, apalagi main hakim sendiri. Tidak akan pernah ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari yang berhak dan dirugikan secara langsung,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (8/11/2022). Penjelasan ini menyusul kekhawatiran para praktisi pariwisata dalam negeri. Albert menjelaskan tak ada pasal di RUU KUHP yang mengancam penjara bagi pasangan non nikah yang check in hotel.
Hal ini diterangkan dalam pertemuan Albert dengan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengusaha khawatir informasi yang beredar itu di media sosial akan merugikan industri pariwisata dan membuat turis asing tidak mau datang ke Indonesia. “Setelah mendengarkan penjelasan mengenai pasal ini, kami jadi lebih faham bahwa pasal ini justru sebuah jalan tengah untuk melindungi industri pariwisata. Kami mengapresiasi respon Staf Khusus Presiden Bidang Hukum yang bersedia datang langsung ke Yogyakarta menjelaskan duduk perkara pasal ini,” kata Sekretaris Jenderal PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta Herman Tony.
Sebelumnya viral di media sosial bahwa RUU KUHP bakal mengkriminalisasi pasangan di luar nikah yang menginap atau check in di hotel. Netizen kemudian heboh bahwa RKUHP tersebut bakal mengkriminalisasi pasangan di luar nikah yang menginap (check in) di hotel.
Adapun bunyi Pasal 415 dalam RUU KUHP:
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Namun, delik tersebut bukan delik biasa tapi delik aduan. Berikut syaratnya:
- Tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
- Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
- Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Sebelumnya, Albert juga pernah menegaskan bahwa tidak benar bahwa pasangan non nikah yang check in hotel langsung dipidana penjara. pasangan non nikah yang check-in hotel akan dipidana penjara atau denda, jika ada pengaduan langsung dari keluarga atau pihak yang dirugikan. Seperti diatur dalam pasal 415 ayat 2 RKUHP. Jadi, tidak serta merta bahwa pasangan non nikah check in hotel, terancam dipenjara begitu saja.
“Untuk tindak pidana perzinaan, menurut pasal 415 ayat 2 RKUHP pengaduan hanya bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki hak (legal standing) yaitu. (a) Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. (a) Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan,” jelasnya. Nah, pihak lain selain keluarga tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan. “Pihak ketiga di luar poin a dan b di atas tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan,” lanjutnya.
Pasangan belum menikah yang check-in di hotel terancam dipidana. Pasalnya dalam draf rancangan kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP) terbaru memuat tentang pasal perzinahan. Poin dalam RKHUP tersebut menjadi momok bagi pengusaha hotel. RKHUP ini dikhawatirkan bisa mengurangi wisatawan, khususnya wisatawan asing di Indonesia.
Kebanyakan wisatawan asing yang berlibur di Indonesia belum menikah. Terkait hal ini Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo menyampaikan kekhawatirannya. Pengusaha menilai selama ini banyak sekali wisatawan asing yang hidup bersama tanpa menikah berlibur ke Indonesia.
“Bagi turis asing yang tidak terikat dalam suatu pernikahan juga dapat turut dijerat oleh aturan pidana yang sama. Implikasinya adalah wisatawan asing akan beralih ke negara lain di mana hal tersebut akan berpotensi menurunkan kunjungan wisatawan ke Indonesia,” Apindo dalam keterangannya, dikutip Sabtu (29/10/2022). Jika terkait perzinahan ini diatur dalam RKUHP, maka berdasarkan asas teritorial yang menyebutkan bahwasanya setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini akan menjadi masalah bagi wisatawan asing yang mau ke Indonesia.
Singgung Ranah Privat
Para pengusaha sebetulnya memahami, aturan pidana perzinahan sebetulnya dilakukan untuk menegakkan aturan moral yang baik bagi masyarakat. Namun, ada beberapa hal yang memang masuk ranah privat dan nampaknya tidak baik dicampuri atau diatur oleh negara. “Dapat dipahami bahwa aturan pidana perzinahan erat kaitannya dengan perilaku moral, namun sesungguhnya termasuk pada ranah privat yang tidak harus diatur oleh negara dan dianggap sebagai perbuatan pidana,” tegas para pengusaha yang tergabung dalam Apindo
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono, menjelaskan wisatawan asing bakal ogah datang ke Indonesia kalau pasal ini disahkan. Karena larangan untuk sekamar pada ruang hotel bagi pasangan yang tidak menikah akan terpampang website negara lain dan menjadi imbauan. “Sekali diundangkan kalau pasal perzinahan di Indonesia pasti nggak mau datang ke Indonesia, bukan berarti kita nggak setuju tapi bagaimana dengan image dengan negara lain,” kata Sutrisno. Menurutnya banyak hal yang diatur di RKUHP adalah ranah privat yang seharusnya sudah sudah bisa diatur berdasarkan hukum adat daerah masing-masing, norma agama, hingga norma moral, bukan oleh hukum formal negara.
Poin Larangan Check In
Dalam catatan mengutip Draf RUU KUHP, pada pasal 415 tertulis setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dapat dipidana dengan pasal perzinahan. Pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda. Sementara itu, dalam butir 2 aturan itu dijelaskan juga tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas tidak akan dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri orang yang terikat perkawinan, orang tua, atau anak yang tidak terikat perkawinan. Sementara itu, pada pasal 416 tertulis, “Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II” Tapi hal itu tidak akan dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan dari suami atau istri orang yang terikat perkawinan, orang tua, atau anak yang tidak terikat perkawinan.
Heboh di media sosial bahwa di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) diatur pasangan di luar pernikahan yang menginap (check in) di hotel bakal dipenjara. Juru Bicara RKUHP Albert Aries mengatakan bahwa pemahaman yang beredar itu salah.
Ia menjelaskan, pasal heboh di media sosial itu adalah Pasal 415 RKUHP yang mengatur soal tindak pidana perzinahan, kemudian Pasal 416 RKUHP soal hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan/kohabitasi.
RKUHP itu merupakan delik aduan. Intinya tidak serta merta bahwa pasangan non nikah check in hotel langsung terancam penjara. Lalu bagaimana jika ada pasangan bukan suami istri check in hotel? Apakah langsung terancam penjara? Albert mengatakan pasangan non nikah yang check-in hotel akan dipidana penjara atau denda, jika ada pengaduan langsung dari keluarga atau pihak yang dirugikan. Seperti diatur dalam pasal 415 ayat 2 RKUHP. Jadi, tidak serta merta bahwa pasangan non nikah check in hotel, terancam dipenjara begitu saja.
“Untuk tindak pidana perzinaan, menurut pasal 415 ayat 2 RKUHP pengaduan hanya bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki hak (legal standing) yaitu. (a) Suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. (a) Orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan,” jelasnya. Nah, pihak lain selain keluarga tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan. “Pihak ketiga di luar poin a dan b di atas tidak memiliki hak secara hukum untuk membuat pengaduan,” lanjutnya.
Kemudian, jika memang diadukan oleh pihak yang dirugikan. Kemudian dicek terlebih dahulu apakah pihak yang dirugikan dan terbukti secara sah dan menyakinkan di pengadilan akan adanya Tindak Pidana Perzinaan menurut Pasal 415 RKUHP.. Jika terbukti, maka pasangan non-nikah yang diadukan tersebut bisa terancam penjara bahkan denda maksimal Rp 10 juta.
“Kalaupun terbukti adanya perbuatan persetubuhan (sexual intercourse) sebagai inti perbuatan dari Tindak Pidana Perzinahan, maka sanksinya bersifat alternatif yaitu pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II (max Rp 10 juta Rupiah),” tuturnya. “Ini adalah salah satu wujud dari pembaruan RKUHP sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern yang memiliki alternatif sanksi selain penjara, misalnya Denda,” lanjutnya.
Kemudian, jika berkaitan dengan adanya penggerebekan, harus memiliki dasar hukum. Penggerebekan tetap harus berdasar, seperti adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan menurut pasal 415 ayat 2 RKUHP. Namun, karena jenisnya delik aduan, bisa saja pengaduan tersebut ditarik selama persidangan belum dimulai.
“Karena jenisnya delik aduan, Pasal 415 ayat 4 RKUHP memungkinkan dilakukannya penarikan atas pengaduan tsb selama pemeriksaan sidang pengadilan belum dimulai,” tuturnya. Sebelumnya, Albert mengatakan pemahaman yang beredar di media sosial pasangan di luar pernikahan yang menginap (check in) di hotel bakal dipenjara bila RKUHP sah menjadi undang-undang nantinya, adalah pemahaman yang salah.
“Tidak benar demikian (bahwa pasangan di luar nikah yang check in di hotel bisa dipenjara), dan juga tidak serta merta bisa dipidana penjara,” kata Juru Bicara Tim Sosialisasi RUU KUHP, Albert Aries. Dia menjelaskan, pasal yang dimaksud dalam narasi viral itu adalah Pasal 415 RKUHP yang mengatur soal tindak pidana perzinahan, serta Pasal 416 RKUHP soal hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan/kohabitasi. Pasangan di luar nikah yang menginap di hotel tidak serta merta digerebek tanpa ada aduan.
“Sebagai delik aduan (klach delicten) di RKUHP, yaitu hanya dapat diadukan oleh suami/istri bagi mereka yang terikat perkawinan atau orang tua/anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan. Maka, tidak akan pernah ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari yang berhak dan dirugikan secara langsung,” tuturnya.