Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron melaporkan panti asuhan Samuel di Gading Serpong, Tangerang ke Polda Metro Jaya. Pengurus panti itu diduga menyiksa, melecehkan, dan mengeksploitasi 30 anak yang tinggal di sana. Kepala Divisi Non-Lit LBH Mawar Saron, Jecky Tengens mengatakan dugaan itu bermula dari laporan salah satu anak asuh di sana berinisial H. “Dua pekan lalu H berhasil kabur dan melapor ke donatur panti, mereka lalu meminta bantuan kami,” ujar Jecky ketika dihubungi, Ahad, 23 Februari 2014.
Menurut laporan itu, berbagai sumbangan dari donatur seperti makanan dan pakaian tak sampai ke atangan anak-anak panti. “Donatur itu memang bingung karena anak-anak terlihat lusuh, kurus, dan tidak terurus padahal sudah sering diberi bantuan,” ujar Jecky. Ternyata, bukan hanya tak dirawat, anak-anak itu juga sering mengalami memar, luka bekas sabetan, bahkan bekas gigitan. “Menurut H, mereka sering diberi makanan basi, minum air mentah, juga sering diikat , diseret, dan dikurung oleh pemilik panti,” kata dia.
Bahkan ada satu anak perempuan yang mengaku dilecehkan dan diperkosa. LBH Mawar Saron kemudian melaporkan kasus ini ke Mabes Polri namun akhirnya kasus ditangani oleh Polda Metro Jaya. “Besok, enam orang anak yang sudah berhasil kabur akan dimintai keterangan polisi,” ujar Jecky. Menurut dia, LBH Mawar Saron juga sudah bertemu dengan sejumlah tetangga panti asuhan itu. “Mereka sudah tahu tetapi takut melapor,” katanya. “Mereka menyarankan memberi donasi makanan yang bisa cepat dihabiskan, soalnya kalau makanan awet suka dijual lagi,” kata Jecky.
Rencananya, besok LBH Mawar Saron akan menggelar konferensi pers terkait kasus ini. “Tetapi saksi kami sekarang masih berada di safe house, setelah itu mereka akan dimintai keterangan di Polda Metro Jaya,” kata dia. Komnas Perlindungan Anak menemukan adanya indikasi penelantaran anak-anak di Panti Asuhan Samuel, Gading Serpong, Kabupaten Tangerang. “Setelah kami datang dan mengecek lokasi, ada indikasi penelantaran anak-anak di panti asuhan ini,” ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait di lokasi, Senin, 24 Februari 2014.
Indikasi penelantaran anak, kata Arist, di antaranya ditemukan dua balita sakit dengan demam tinggi tapi tidak segera ditangani. “Semestinya segera opname ke rumah sakit,” katanya. Oleh pemilik yayasan, bayi berusia 3 bulan dan 1 tahun itu dibiarkan saja dan hanya diberi obat penurun panas. Indikasi lainnya, kata Arist, 32 anak yang tinggal di sana tidak diberi tempat dan fasilitas yang memenuhi standar nasional dan internasional untuk anak. “Sebagai tempat penampungan anak, tempat ini tidak memenuhi standar,” kata Arist.
Menurut Arist, semestinya panti itu dilengkapi dengan ruangan khusus bayi dan kamar anak. Fasilitas penunjang seperti ruang bermain anak juga tidak ada. Berdasarkan pantauan, bangunan tiga lantai yang diberi nama Samuel Home itu memang sama sekali tidak memiliki kamar dan ruang anak. Dari empat kamar yang ada, hanya terdapat tempat tidur tingkat empat. Jadi seluruh anak di panti itu menempati kamar beramai-ramai.
Samuel Watulinggas, pemilik yayasan, mengaku tidak tahu soal standardisasi dan kelayakan yang dimaksud Arist. “Itu kan kata dia (Arist), bagi kami itu sudah layak,” katanya. Menurut Samuel, dia tidak tahu apakah panti yang ia dirikan sejak 14 tahun lalu itu memenuhi standar perlindungan anak atau tidak. “Saya tidak tahu, tapi selama ini saya selalu berusaha mencapai standar, meski kadang terkendala dana,” katanya.
Sekretaris Jenderal Komnas Anak Samsul Ridwan mengungkapkan bahwa perlakuan buruk terhadap anak-anak asuh oleh Panti Asuhan kerap terjadi tiap tahunnya. “Untuk data berjalan tahun ini belum ada ya. Tapi tahun 2012 ada 11 laporan tentang panti asuhan dan tahun 2013 ada 8 laporan,”ujar Samsul ketika dihubungi, Senin, 24 Februari 2014.
Samsul berkata, jenis laporan terkait panti asuhan itu beragam. Samsul mengatakan, beberapa laporan yang ia ingat adalah ada laporan soal anak-anak disakiti, anak-anak ditelantarkan, dan anak-anak tidak diberi makan. Meski menerima banyak laporan, Samsul mengaku belum semua laporan itu ditindaklanjuti. Alasannya, kata ia, karena sejumlah lokasi berada di luar Jakarta. “Tapi ini belum memberikan gambaran besar berapa panti asuhan yang bermasalah ya. Kami menghitung berdasarkan laporan yang masuk,” ujar Samsul.
Hal senada diucapkan oleh Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia Muhammad Ihsan. Ihsan berkata, tahun lalu, dirinya menerima lima laporan tentang perlakuan kasar di Panti Asuhan Samuel, Gading Serpong, Tangerang, Banten. Panti Asuhan Samuel adalah panti yang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap anak-anak asuhnya. Hal ini mencuat setelah sejumlah anak asuhnya kabur karena merasa tak betah lagi di sana. Total ada 7 anak dari 30 anak asuh yang kabur karena tak betah. Mereka mengaku diperlakukan kasar seperti diberi makanan basi, dipukul, dan dipaksa tidur di kandang anjing.
“Awalnya kami dapat laporan berupa hasil investigasi dari salah satu media nasional dan Kementerian Sosial, lalu ada laporan masuk juga yang sama,” ujar Ihsan. Sekretaris Jenderal Komnas Anak Samsul Ridwan mengatakan bahwa munculnya kasus-kasus kekerasan di panti asuhan seperti di Panti Asuhan Samuel, Gading Serpong, Tangerang, Banten, karena kurangnya pengawasan dari pemerintah. “Pemerintah selama ini kurang memperhatikan apakah panti asuhan yang berdiri itu memiliki izin atau tidak,” ujar Samsul saat dihubungi, Senin, 24 Februari 2014.
Selain karena pemerintah kurang mengawasi, Samsul mengatakan bahwa munculnya kasus penyiksaan juga karena pemerintah kurang memfasilitasi para anak terlantar. Alhasil, banyak berdiri panti-panti swasta yang kurang terjamin operasionalnya. Panti-panti yang ada sekarang, kata Samsul, sebagian besar juga tak layak. Adapun tak layaknya karena fasilitas tak lengkap dan kapasitas ruangan tak memadai. “Seharusnya ada standar pelayanan untuk Panti Asuhan. Kalau pemerintah tak bisa, minta bantuan masyarakat juga,” ujarnya.
Hal senada diucapkan oleh Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia Muhammad Ihsan. Ihsan berkata, kasus panti asuhan yang merawat anak secara tak layak muncul karena pemerintah tak menjamin nasib anak terlantar. “Siapkan infrastruktur untuk menjamin anak terlantar. Kalau gak ada panti, bahas dengan masyarakat sekitar apa yang kira-kira bisa dilakukan. Anak terlantar tanggung jawab pemerintah juga,” ujarnya.
Ihsan juga meminta pemerintah untuk lebih awas dalam mengawasi pembentukan panti-panti asuhan swasta. Ini untuk mencegah terbentuknya panti asuhan illegal yang menyiksa anak dan menyalahgunakan donasi. “Jangan kasih izin sembarangan.” Kasus terbaru tentang kekerasan terhadap anak-anak asuh panti asuhan adalah kasus penganiayaan di Panti Asuhan Samuel, Gading Serpong, Tangerang, Banten. Di sana, dikabarkan sejumlah anak disakiti dan donasi disalahgunakan.
Kasus ini mencuat karena ada 7 anak kabur dari panti yang kemudian melapor ke donatur bahwa mereka diperlakukan tak layak. Siksaan yang mereka hadapi mulai dari dipukuli, tak diberi makan, hingga dipaksa tidur di kandang anjing. Ihsan melanjutkan, laporan itu sudah mereka lanjutkan ke Dinas Sosial dan Polres Tangerang. Namun, hingga sekarang, kata Ihsan, belum ada laporan baru dari mereka.
Panti Asuhan Samuel sudah beroperasi sejak 14 tahun lalu dan sudah tiga kali berpindah tempat. Panti ini pindah karena selalu ditolak dan dikecam masyarakat sekitar lokasi. “Dari isu kristenisasi sampai eksploitasi menjadi alasan lingkungan menolak kami,” ujar Samuel Watulingas, pemilik Panti Asuhan itu, Senin 24 Februari 2014.
Panti Asuhan yang dikelola langsung oleh Samuel dan istrinya, Yuni Winata, dimulai pada 2000 menempati sebuah Ruko di kawasan Great Western Serpong, Cipondoh, Kota Tangerang. Tiga tahun beroperasi di tempat itu, mereka pindah ke Cihuni, Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Akhir 2013, Samuel membangun rumah di Sektor 6 Gading Serpong. Pembangunan rumah tiga lantai di atas lahan 164 meter persegi itu baru selesai satu bulan yang lalu. “Rumah ini hasil dari uang saya sendiri dan para donatur,” katanya.
Untuk membangun Samuel Home itu, menurut Samuel, dia telah menghabiskan dana Rp 2 Miliar. Rumah yang menampung 32 anak yatim itu terdiri dari tiga lantai dengan empat kamar tidur. Setiap kamar tidur hanya dilengkapi ranjang susun tiga dan anak-anak di panti itu tidur beramai ramai. Tak ada ruang khusus bayi maupun kamar anak.
Warga sekitar mengaku tidak tahu persis kegiatan di dalam rumah panti asuhan itu. “Yang kami tahu banyak anak-anak saja,” kata Yopi, 40 tahun tetangga Samuel. Sepak terjang Samuel selama ini juga banyak diketahui warga. “Sisi negatifnya banyak dan sering kami dengar salah satunya soal eksploitasi anak,” kata Yopi. Yopi mengaku mengetahui kegiatan Samuel sejak Panti Asuhan itu berada di Cihuni.
Anak-anak asuh Panti Asuhan Samuel mengatakan bahwa orang tua asuh mereka di panti, Pendeta Samuel Watulingan dan Yeni Winata, menggunakan uang donasi untuk belanja di mal. “Ayah dan bunda pergi ke mal menggunakan uang donatur,” ujar salah satu anak asuh, Y (13), di kantor Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 24 Februari 2014. Panti Asuhan Samuel adalah panti yang dilaporkan telah melakukan penyiksaan terhadap anak asuhnya dan menyalahgunakan uang donasi. Adapun pelaporan ini dilakukan oleh sejumlah anak asuhnya yang kabur karena sudah tak betah tinggal di panti. Y adalah salah satunya.
Y melanjutkan bahwa ayah dan bunda tak hanya menyalahgunakan uang donasi. Donasi berupa sembako pun, kata Y, juga disalahgunakan dengan cara dijual. Meski begitu, Y menambahkan bahwa dia bisa kabur lantaran ayah dan bundanya itu tengah membelanjakan uang donasi. “Waktu siang, Ayah dan Bunda sedang pergi ke mal menggunakan uang donatur, saya lalu kabur bersama YU dan O. Mereka memang jarang di panti malah lebih sering di apartemennya,” ujar Y.
Hal senada diucapkan oleh pengacara LBH, Jecky Tengens. Jecky berkata, anak asuh dijadikan alat oleh pengelola untuk mengeruk donasi sebesar-besarnya. Jika donasi yang didapat makanan atau pakaian, Jecky mengatakan keduanya dijual kembali. “Betapa tidak, sembako maupun uang tak pernah dinikmati anak-anak. Mereka terus saja diberi makanan mie kering basi. Anak-anak sampai minta dikasih makanan yang langsung habis,” ujarnya.
Jecky menambahkan, kedua pemilik panti juga kerap pelesiran dan tinggal di apartemen mewah, kontras dengan kondisi panti dan anak-anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) telah mengevakuasi 12 dari 32 anak asuh Panti Asuhan Samuel di Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin, 24 Februari 2014. Dua belas anak-anak itu yang terdiri atas sebelas balita dan satu anak beranjak remaja dititipkan di tempat aman bekerja sama dengan Kementerian Sosial.
Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan dua dari sebelas balita belum dapat ditempatkan ke tempat aman karena masih dirawat di Rumah Sakit Betsaida, Serpong. “Demamnya tinggi sampai 38 derajat, bagi anak suhu setinggi itu bisa saja step. Jadi untuk sementara diopname sampai sembuh,” ujarnya. Sementara itu, anak-anak lainnya yang belum dievakuasi karena masih sekolah akan dijemput pada Selasa, 25 Februari 2014. “Sisanya masih ada sekitar delapan anak lagi akan kami evakuasi,” ujarnya. “Intinya, kami akan selamatkan anak-anak terlebih dahulu, tapi kasusnya tetap berjalan.”
Panti Asuhan Samuel menjadi sorotan karena adanya laporan penyiksaan, penyekapan, dan eksploitasi anak. Ditemui di kantor Komnas Anak, anak-anak ini tampak riang bermain tanpa alas kaki. Mereka belum paham perlakuan apa yang dialami selama tinggal di panti asuhan itu. Sebab, usia mereka masih balita. Padahal, dilihat secara fisik, ada beberapa luka di bagian tubuh mereka. Luka dan benjolan di sekitar dahi pun masih tampak di beberapa anak. Salah satu anak yang sudah cukup besar, N, 14 tahun, pun tak lancar berbicara.
Ternyata anak-anak Panti Asuhan Samuel, Gading Serpong, Tangerang, Banten, tak hanya mendapat penyiksaan fisik saja, tapi juga menerima tindak kekerasan seksual.”Ada dua anak yang menjadi korban kekerasan seksual,” ujar salah satu donatur yang ikut menampung anak-anak asuh, Deborah, 47 tahun, Senin, 24 Februari 2014.
Panti Asuhan Samuel adalah panti yang dilaporkan telah melakukan tindak kekerasan terhadap anak-anak asuhnya. Hal ini mencuat setelah sejumlah anak asuh dari panti itu kabur untuk melaporkan tindak kekerasan tersebut. Deborah mengatakan kedua anak yang menjadi korban kekerasan seksual adalah perempuan. Usia mereka adalah 13 dan 14 tahun. Menurut Deborah, orang yang melakukan pelecehan seksual tersebut ialah salah satu pemilik Panti Asuhan Samuel atau yang sering dipanggil ayah oleh anak-anak panti asuhan. (Baca: Anak Panti Asuhan Samuel Tidur di Kandang Anjing).
Secara terpisah, Wakil Direktur Divisi Pidana LBH Mawar Saron, Yuliana Rossalina, mengatakan salah satu korban pelecehan seksual telah dilakukan visum. “ternyata hasilnya positif (mengalami pelecehan),” ujar Yuliana.