Daftar Wilayah DI Jakarta Yang Mengalami Penurunan Tanah 12 cm Pertahun


Penurunan permukaan tanah secara signifikan di Jakarta semakin luas. Kondisi tersebut terjadi akibat kian intensifnya pembangunan fisik yang disertai penyedotan air tanah secara tidak terkendali. Naiknya permukaan laut sebagai dampak pemanasan global menyebabkan wilayah Jakarta yang terendam rob atau genangan saat air laut pasang kian luas.

Tim dari Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan kajian subsidensi permukaan tanah di 23 titik di sekitar Jakarta menyimpulkan, penurunan permukaan tanah bervariasi, 2 hingga lebih dari 12 sentimeter (cm) selama 10 tahun sejak 1997 hingga 2007.

Hasanuddin Z Abidin, salah seorang peneliti, Sabtu (25/9), menyatakan, sebagian besar kawasan barat hingga utara Jakarta mengalami penurunan tanah antara 5 cm dan 12 cm. Adapun wilayah tengah hingga timur penurunan tanahnya hingga 5 cm. Penurunan kawasan timur laut hingga selatan berkisar 2-4 cm.

”Penurunan permukaan tanah di sejumlah wilayah juga menurunkan badan jalan dan saluran drainase sehingga retak-retak, rusak, dan menutupi saluran,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Tarjuki. ”Dinas PU DKI sedang memperbaiki badan saluran drainase yang tertutup agar air lebih cepat mengalir,” lanjutnya.

Penurunan permukaan tanah juga menciptakan kawasan-kawasan cekung yang lebih cepat tergenang saat banjir.

Sebagian kawasan Pademangan, Jakarta Utara, yang beberapa tahun lalu nyaman dilalui, misalnya, kini menjadi langganan rob saat air laut pasang. Kawasan wisata Ancol Taman Impian yang beberapa tahun lalu lebih tinggi daripada permukaan laut kini harus membangun tanggul di sepanjang bibir pantai guna menahan air laut saat pasang. Tanggul pun harus rutin ditinggikan karena permukaan tanah terus turun.

Data Dinas Pengembangan DKI Jakarta bahkan lebih mengerikan. Pada periode tahun 1982 hingga 1997 terjadi amblesan tanah di kawasan pusat Jakarta yang mencapai 60 cm hingga 80 cm. Karena merata, amblesan ini menjadi tidak terasa.

Ruang terbuka hijau

Pengajar di Teknik Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, mengatakan, penurunan permukaan tanah di Jakarta terutama akibat penyedotan air tanah dalam secara berlebihan, sedangkan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai penyerapan air semakin terbatas.

Tahun 1984, misalnya, RTH Jakarta masih 28,8 persen dari total luas Jakarta yang mencapai 661,52 kilometer persegi. Namun pada 2003, luas RTH DKI Jakarta tinggal 9,12 persen,

”Pada 2007, luas RTH DKI Jakarta ditaksir tinggal 6,2 persen karena semua ruang tersisa dikomersialisasi,” kata Direktur Keadilan Perkotaan Institut Hijau Indonesia Selamet Daroyni.

Di sisi lain, penyedotan air tanah di Jakarta semakin tak terkendali. Batas pengambilan air bawah tanah Jakarta sebenarnya hanya berkisar 186,2 juta meter kubik per tahun. Kenyataannya, volume air tanah yang diambil mencapai 251,8 juta meter kubik per tahun.

”Defisit pengambilan air tanah telah mencapai 66,6 juta meter kubik per tahun,” ujar Selamet. Jika satu truk tangki air berkapasitas 5 meter kubik, defisit air Jakarta setara dengan 13,3 juta truk tangki per tahun.

Banyaknya air yang disedot dari dalam tanah dan minimnya air yang terserap ke dalam tanah akibat minimnya RTH menciptakan ruang kosong di bawah permukaan tanah. ”Keberadaan ruang kosong, ditambah beban berat dari gedung-gedung tinggi, membuat penurunan permukaan tanah di Jakarta berlangsung cepat,” kata Direktur Amrta Institute for Water Literacy Nila Ardhianie.

Genangan meluas

Selain menghadapi turunnya permukaan tanah, Jakarta juga menghadapi persoalan naiknya permukaan laut.

Berdasarkan penelitian Prof Dr Safwan Hadi dan timnya dari Pusat Studi Oseanografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, kenaikan muka laut tahunan Jakarta rata-rata 0,57 cm. Kesimpulan ini berdasarkan data pengukuran sejak tahun 1925 hingga 2003.

Kenaikan muka laut ini sebenarnya relatif rendah. Namun, bagi Jakarta yang mengalami penurunan muka tanah cukup signifikan, hal ini menyebabkan akumulatif naiknya muka laut terhadap posisi Jakarta menjadi tinggi.

Ketika dilakukan simulasi menggunakan model numerik dengan memadukan penurunan permukaan tanah dan pasang laut maksimum yang tercapai pada 27 November 2007, yang dilakukan tim ITB, ada empat kecamatan di pesisir utara Jakarta yang rawan tergenang rob, yaitu Cilincing, Tanjung Priok, Pademangan, dan Penjaringan. Saat ini pun genangan rob sudah sering terjadi, terutama saat air laut pasang.

Genangan di Kecamatan Tanjung Priok dan Cilincing, misalnya, hingga mencapai 0,86 kilometer (km) dari garis pantai. Sementara daerah terjauh yang tergenang di Kecamatan Pademangan dan Penjaringan masing-masing adalah 4,5 km dan 5,5 km dari garis pantai.

Ketika pasang laut dibarengi alun laut atau angin badai, daerah genangan di empat kecamatan tersebut semakin luas, ini ditandai oleh masuknya air semakin jauh ke daratan, yaitu 0,94 km di Cilincing dan mencapai 6,10 km di Penjaringan, Jakarta Utara.

Berdasarkan data tersebut, Safwan Hadi membuat simulasi genangan laut di Teluk Jakarta untuk setiap dasawarsa hingga tahun 2050, dengan kenaikan 1 cm per tahun. Dalam simulasi tersebut, Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Ancol, Pluit, dan Kamal Muara paling rawan terancam genangan.

Ahli geoteknik Adrin Tohari dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyatakan, untuk mencegah ancaman itu terjadi, pengambilan air tanah harus dikendalikan secara ketat.

Peneliti air tanah dari Kementerian Riset dan Teknologi, Teddy Sudinda, mengatakan, selain pengendalian pemanfaatan air tanah dalam, harus juga dilakukan resapan atau sumur injeksi. ”Pembangunan sumur injeksi perlu dirintis di kantor pemerintahan di wilayah Jakarta,” ujarnya.

Leave a comment